Efistemologi Paulo freire
Secara etimologi, istilah epistemology berasal dari bahasa
yunani yang berasal daridua kata penyusun yaitu “episteme” yang berarti
pengetahuan , dan “logos” yang berarti kata, fikiran,teori, atau ilmu. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara etimologi, epistemologi berarti adalah kata,
fikiran, percakapan,teori atau ilmu mengenai pengetahuan. Epistemology
merupakan cabang filsafat yang mengupas secara tuntas mengenai penegtahua.
Manusia memiliki akal budi, sehingga kebutuhan yang sangat mendasar adlah
kebutuhan akan pengetahuan. Keluasan pengetahuan yang diperoleh manusia akan
menentukan garis besar perjalanan kehidupannya.
Muhmidayeli (2011:12) menyatakan bahwa “ dalam bidang
epistemology, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan masalah
pengetahuan, apa pengetahuan itu? Apa sumber dan bagaimana prosedur
memperolehnya? Apa gunanya? Bagaimana nilainya? Bagaimana membentuk kemampuan
yang valid? Apa kebenaran itu? Mungkinkah manusia meraih pengetahuan yang
benar? Apa yang dapat diketahui manusai dan bagaimana keterbatasan-keterbatasan
pengetahuan manusai? Bagaimana membnagun hubungan interpedensi
kebenaran-kebenaran?epistemologi terkonsertasi untuk membicarakan persoalan
yang berkenaan dengan hakikat dan struktur pengetahuan.
A.
METODE
PENGETAHUAN
1.
Pengahampiran
Praktis
Topik pertama epistemologinya adalah praksis. Ia mengaku
teori-teori pedagoginya ditemukan dan dikembangkan melalui praksis, melalui
tindakan dan refleksi atas tindakan ini. Berfikir belaka tidak akan mengahsilkan
pengetahuan yang benar tentang pedagogi, juga tidakan belaka adalah keliru.
Praksis adalah sebuah penghampiran dalam mengembangkan ilmu. Melalui praksis,
si praktisi sekaligus dituntut untuk menjadi pemikir, ilmuwan, merefleksi
secara kritis tindakan-tindakannya dalam rangka transformasi bukan hanya objek
dari tindakannya, yaitu dunia (ilmu), tetapi juuga dirinya sebagai pemikir
(Freire, 1967:29).
Pedagogi praksis freire mengimplikasikan bahwa riset
pedagogi dilakukan dalam real setting bukan experimental setting dimana semua
variable yang terlibat dikontrol ketat. Riset dengan dengan experimental
setting ini mengasumsikan dunia bersifat immobilized, static. Hasil-hasil
risetnya dianggap akan linear dengan realistas static tersebut. Hasil-hasil
rietnya disalin menajdi symbol-simbol matematis. Baik proses maupun hasil
risetnya mencerminkan rigorness saintifik yang demikian. Yang ditolaknya adalah
abstraksi kosong dari dimensi kemanusiaan konkrit eksitensial dan sosial yang
tidak dapat disalin kedalam symbol-simbol matematis. Freire menurut sebuah
abstarksi, sebuah generalisasi pedagogi, harus merupakan produk dari refleksi
terhadap realitas konkrit pedagogi yaitu humanisi.
2.
Penghampiran
dialektis
a)
Interrelasi
subjek-subjek
Freire
meyakini bahwa subjektivitas dan objektivitas menurutnya berinterrelsi. Ini
dapat diketahui melalui pernyataanfreire bahwa orang radikal (Pedagog sekaligus
ilmuwannya) tidak pernah menjadi seorang subjektivitis. Karena bagi individu
ini aspek subjektif hanya berada dala kaitannya dengan aspek objektif (realitas
konkrit yang menjadi objek analisis). “subjektivitas dan objektivitas dengan
demikian bekerja sama dalam sebuah kesatuan dialektis yang menghasilkan
pengetahuan dalam solideritas dengan tindakan, dan sebaliknya”. (Freire, 1970:
39).
3.
Dialog
Dialog bagi Freire, menjadi sarana epistemologys pencairan
pengetahuan yang benar, sekaligus kehidupan yang lebih baik. Melalui dialog
orang-orang mengintervensi secara kritis dunianya dalam rangka memenuhi
ontological, vocation mereka, menjadi manusia. Sekali lagi freire mengungkapkan
epistemology tranformatifnya melalui filsafat dialog.
Komentar
Posting Komentar