Langsung ke konten utama

Efektivitas Teknik Modelling Terhadap Kepercayaan Diri Siswa Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Kota Bogor



Efektivitas Teknik Modelling Terhadap Kepercayaan Diri Siswa Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Kota Bogor
I.                   Latar Belakang Masalah Penelitian
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini bangsa Indonesia sedang berupaya meningkatkan mutu pendidikan dalam menghadapi perkembangan zaman. Dunia pendidikan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Undang-Undang Republik Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  Ada fenomena setiap individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan dapat menjadi lebih baik.                                                                                                    
Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan dan seberapa jauh individu tersebut mengupayakan sehingga bisa mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam sikap kepribadiannya. Hal ini dapat diperoleh seseorang tersebut setidaknya memiliki rasa percaya diri dahulu, sehingga dapat meningkatkan perkembangannya baik oleh dirinya sendiri maupun lingkungan yang akan membantu pencapainya. Dapat dijumpai sejumlah siswa memiliki kemampuan akademik yang baik tetapi memiliki kelemahan dalam non akademiknya. Contohnya siswa yang mempunyai prestasi belajar yang bagus di sekolah tetapi memiliki kepercayaan diri yang rendah (gerogi berbicara di depan kelas). Terdapat pula siswa yang kemampuan sosialnya bagus tetapi kemampuan sosialnya rendah. Siswa kemampuan sosialnya baik akan mudah beradaptasi dan berkembang secara baik. Tetapi bagi kemampuan sosialnya rendah akan mengalami hambatan–hambatan. Salah satu hambatannya adalah kurang kepercayaan diri.
Kepercayaan diri merupakan kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan kapasitasnya serta mampu mengendalikannya dalam mencapai tujuan yang diharapkannya.
Menurut Surya (2007: 56) rasa percaya diri merupakan sikap mental optimesme dari kesanggupan anak terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan segala sesuatu dan kemampuan diri untuk melakukan penyesuaian diri pada situasi yang dihadapi. Rasa kurang percaya diri pertama-pertama muncul karena adanya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin yang diiringi dengan dada berdebar-debar kencang, dan tubuh gemetar yang bersifat kejiwaan atau masalah kejiwaan anak yang disebabkan rangsangan dari luar.
 (Surya, 2007: Rasa kurang percaya diri bisa juga disebabkan oleh perasaan cemas dan tidak tenang serta perasaan-perasaan lain yang mengikutinya, seperti malas, kurang sabar, sulit, susah, atau rendah diri, hal inilah yang membuat individu menjadi ragu akan kemampuan dan dirinya, Luxori (2004 : 103).
Hasil pengamatan peneliti berdasarkan pretest dan wawancara dengan guru pembimbing terdapat gejala-gejala siswa yatim piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Bogor menunjukan kepercayaan diri rendah. Hal ini terlihat dari hasil pre test pada 22 siswa yang menunjukan ada 17 siswa yang memiliki kepercayaan diri rendah yang terdiri dari 10 siswa pada saat proses belajar berlangsung dan 5 siswa dalam organisasi dan 2 siswa takut berhubungan dengan lawan jenis pada dunia pergaulan. Hal ini tampak pada perilaku siswa pada saat mengemukakan pendapat, ide dan gagasan.
Mereka yang kurang percaya diri, bicaranya gagap, mukanya agak pucat, tubuh berkeringat, malu menatap teman-temannya dan gemetar. Dalam pergaulan dengan teman sebaya, adasiswa yang takut berhubungan dengan lawan jenis, kurang percaya diriberhubungan dengan teman yang belum dikenal, merasa minder dengan fisikyang dimiliki. Dalam organisasi seperti siswa takut dijadikan pemimpin. Dari wawancara dengan guru Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah menunjukan bahwa ada beberapa siswa pasif ketika proses belajar berlangsung. Siswa yang pasifbisa dikatakan bahwa individu tersebut kurang percaya diri. Karena individu tersebut tidak dapat mengkatualisasikan potensi dan kemampuan yang memadai. Padahal kurikulum sekarang siswa dituntut untuk aktif agar mereka dapat berkembang secara optimal. Dalam organsisasi, siswa takut dijadikan pemimpin oleh teman-temannya, kurang percaya diri dengan penampilannya.
Dari hasil pengamatan penulis di atas, siswa yang memiliki kepercayaan diri rendah akan berdampak pada akademik dan nonakademiknya. Mengingat begitu pentingnya kepercayaan diri bagi setiaporang, maka kita perlu menumbuhkan kepercayaan dalam diri kita. Seseorang yang rasa percaya dirinya tinggi memiliki keyakinan dan tekad kuat bahwaapa yang akan dilakukan akan berhasil. Hal ini senada diungkapkan Angelis (2003: 15) rasa percaya diri lahir dari keinginan dan tekad. Apabila setiap orang ingin menghendaki sesuatu, maka orang itu akan terus berusaha dengan dan belajar dari kesalahan yang yang telah dibuat hingga merasa puas sampai tujuan yang diinginkan tercapai.
Dari apa yang diungkapkan Anggelis di atas, bahwa keinginan dan tekad yang kuat berarti individu tersebut memiliki keyakinan kuat dengan segenap kemampuan yang dimilikinya bahwa apa yang diinginkan pasti tercapai seperti; Siswa yang malu bertanya pada guru menjadi berani bertanya, siswa yang takut berbicara di depan kelas menjadi berani berbicara di depan kelas, siswa yang malu dengan lawan jenis menjadi berani dengan lawan jenis, siswa yang merasa kurang puas dengan fisik yang dimiliki menjadi puas dengan fisik yang dimilikinya. Individu yang kurang percaya diri tidak selamanya menjadi individu yang kurang percaya diri. Apabila ada motivasi dari individu tersebut untuk mengubah tingkah lakunya agar menjadi individu yang percaya diri.
Motivasi dapat memunculkan dan mendorong perilaku, memberikan arah atau tujuan perilaku, memberikan peluang terhadap perilaku yang sama dan mengarahkan pada pilihan perilaku tertentu. Bimbingan konseling bertujun untuk membantu individu agar berkembang secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan bakat yang dimilikinya. Dengan kata lain, Bimbingan konseling membantu individu agar menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interprestasi, pilihan, penyesuaian dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungan.
Maka berdasarkan permasalahan yang dihadapi siswa yang menyangkut rasa kurang percaya diri, perlu diberikan tindakan dalam membangun rasa percaya diri yaitu Modeling. Teknik Modeling berawal dari pemikiran Bandura yaitu learning social. Learning social untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam lingkungan yang sebenarnya. Dalam Learning Social mengajarkan bahwa tingkah laku terbentuk karena adanya hubungan timbal balik antara tingkah laku, lingkungan dan pribadinya itu sendiri. Jadi tingkah laku manusia tidak hanya terbentuk semata-mata karena pengaruh lingkungan saja. Alasannya karena manusia juga dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, Bandura (dalam Alwisol, 2004: 355). Teknik Modeling dipelajari melalui observasi permodelan, dari mengobservasi lainnya seseorang membentuk ide dari bagaimana tingkah laku dibentuk kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk tindakan sebab orang dapat belajar sehingga dapat mengurangi kesalahan (Bandura, 197 Apabila diaplikasikan, siswa yang kurang percaya diri nantinya diajarkan agar lebih percaya diri. Mula – mula mereka mengobservasi model yang dipilih (siswa yang memiliki kepercayaan diri tinggi).
Dari mengobservasi itu mereka dapat memperoleh informasi, ide bagaimana menjadi individu yang percaya diri kemudian mengingatnya dalam bentuk gambaran atau imajinasi dan kata – kata. Dalam Modeling motivasi juga penting, individu tidak mengerjakan sesuatu yang dipelajari, tetapi mereka lebih suka mempelajari model jika ada reward atau hasilnya akan melakukannya (Bandura, 1977: 28). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa anak – anak yang takut dengan ular kemudian di tes sebelum dan sesudah melalui empat kondisi yaitu ; (1) Live modeling with partisipan, menghadirkan model secara langsung, (2) Symbolic model, model di suruh mengamati film ular dan bagaimana agar tidak takut dengan ular, (3) Systematic desentization, (4) Control – no treatment. Hasilnya menunjukan Systematic desentization dan control – no treatment perubahan yang sedikit sedangkan Live modeling dan Symbolic model menunjukan perubahan besar dalam mengatasi ketakutan dalam menghadapi ular, Bandura (dalam Parvin & John, 2001: 472).
Melihat fenomena yang terjadi pada siswa yang kurang percaya diri dalam proses belajar yang menghambat dalam pencapaian prestasi pada bidang tertentu dan aktualisasi dirinya di lingkungan, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kepercayaan diri. Adapun judul penelitiannya “Apakah kepercayaan diri siswa Kelas X Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Tahun Ajaran 2017/2018 dapat ditingkatkan setelah mendapatkan modeling”.
II.                Kajian dan Temuan Penelitian
III.             Identifikasi Masalah Penelitian
IV.             Pembatasan Masalah Penelitian
 Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka ruang lingkup kajian penelitian dibatasi dengan memfokuskan penelitian pada pengaruh teknik modeling terhadap kepercayaan diri pada anak yatim di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Bogor tahun ajaran 2017/2018.
V.                Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
a.       Apakah pengaruh dari tekik modeling terhadap kepercayaan diri pada siswa kelas X Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah?
b.      Apa implikasi dari rasa percaya diri terhadap perencanaan karir anak yatim bagi program Bimbingan dan Konseling?                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
VI.              Tujuan Penelitian
 Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
a.       pengaruh dari tekik modeling terhadap kepercayaan diri pada siswa kelas X Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Bogor.
b.      Untuk mengimplikasikan pengaruh dari tekik modeling terhadap kepercayaan diri pada siswa kelas X Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah anak yatim bagi program bimbingan pada anak yatim piatu.
c.       Untuk mengetahui kepercayaan diri siswa Kelas X Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Tahun Ajaran 2017/2018 dapat ditingkatkan setelah mendapatkan modeling.
VII.          Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu utamanya peningkatan kepercayaan diri khususnya melalui Modeling Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1.      Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis untuk mengembangkan kajian bimbingan dan konseling, khususnya kontribusi rasa percaya diri terhadap perencanaan karir anak yatim piatu dan implikasinya bagi program bimbingan dan konseling.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi baru untuk sekolah/yayasan berkenaan dengan pentingnya pengaruh modeling terhadap kepercayaan diri anak yatim piatu dan implikasinya bagi program bimbingan dan konseling.
b.      Bagi Wali Kelas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pelaksanaan program bimbingan dan konseling setelah mengetahui pengaruh modeling terhadap kepercayaan diri anak yatim piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Bogor.
c.        Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini masih terbatas pada uji ahli sehingga diharapkan peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan penelitian sejenisnya. Kontribusi rasa percaya diri terhadap perencanaan karir anak yatim piatu, anak dapat dijadikan referensi permasalahan yang dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya. Tidak hanya mendapatkan pemahaman tentang adanya, pengaruh modeling terhadap kepercayaan diri anak yatim piatu akan tetapi peneliti selanjutnya dapat menjadikan program bimbingan dan konseling sebagai sebuah layanan bimbingan kelompok.
d.      Bagi Jurusan Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian ini diharapkan menjadikan informasi baru bagi Jurusan Bimbingan dan Konseling bahwa terdapat permasalahan rasa kurang percaya diri pada anak yatim piatu yang mempengaruhi perencanaan karirnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan guru pembimbing dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri melalui Modelling
e.       Bagi siswa
Bagi siswa yang mendapatkan treatment melalui Modeling, hasil ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dirinya



VIII.       Kajian Pustaka
1.      Kajian Teori
a.      Remaja
 Pengertian RemajaRemaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah:

    masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
b.      Percaya diri
                                                        i.            Pengertian percaya diri
Menurut Lindenfield dalam Ediati. K, (1998: 3) orang yang dikatakan memiliki kepercayaan diri adalah orang yang puas dengan dirinya. Orang yang puas dengan dirinya ialah orang yang merasa mengetahui dan mengakui ketrampilan dan kemampuan yang dimilikinya, serta mampu menunjukan keberhasilan yang dicapai dalam kehidupan bersosial Angelis (2000: 10) kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Kepercayaan diri itu lahir dari kesadaran bahwa jika memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran seorang individu bahwa individu tersebut memiliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang ia inginkan tercapai.
Hakim (2005: 6) menjelaskan rasa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Jadi orang yang percaya diri memiliki rasa optimis dengan kelebihan yang dimiliki dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Siswa yang memiliki rasa percaya diri tinggi dapat memahami kelebihan dan kelemahan yang dimiliki. Kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya merupahan hal yang wajar dan sebagai motivasi untuk mengembangkan kelebihan yang dimilikinya bukan dijadikan penghambat atau penghalang dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Surya (2007: 56) rasa percaya diri merupakan sikap mental optimesme dari kesanggupan anak terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan segala sesuatu dan kemampuan diri untuk melakukan penyesuaian diri pada situasi yang dihadapi. Ubaydillah (http://www.e-psikologi.com/remaja/101106.htm) mengungkapkan percaya diri yaitu efek dari bagaimana kita merasa, meyakini, dan mengetahui. Orang yang punya kepercayaan diri rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya dan punya pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang dimilikinya. Sebaliknya, orang yang kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang hanya merasa mampu (tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan kepercayaan diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan kapasitasnya serta mampu mengendalikannya dalam mencapai tujuan yang diharapkannya.
                                                      ii.            Proses terbentunya rasa percaya diri
Surya (2007: 2) kepercayaan diri yang melekat pada diri individu bukan bawaan sejak lahir atau turunan anak melainkan hasilproses belajar bagaimana merespon berbagai rangsangan dari luar melalui interaksi dengan lingkungannya. Kita merespon berbagai rangsangan dari luar dipengaruhi persepsi diri kita. Apabila kita mempersepsikan secara negatif dalam melakukan segala sesuatu, maka dalam diri individu tersebut timbul perasaan tidak menyenangkan dan timbul dorongan untuk menghindarinya. Hakim (2005: 2) menjelaskan terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai berikut:
Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.
Pemahaman seseorang terhadap kelebihan- kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan yang kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihankelebihannya.
Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahankelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuiakan diri.
Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. Kekurangan pada salah satu proses tersebut, seseorang dapat mengalami hambatan untuk mendapatkan rasa percaya diri. Misalnya individu tersebut mengalami hambatan-hambatan dalam perkembangannya dalam bersosialisasi maka nantinya individu tersebut dapat menjadi individu yang tertutup dan rendah diri yang apada akhirnya menjadi kurang percaya diri. Angelis (2003: 15) menjelaskan bahwa rasa percaya diri itu lahir dari kesadaran bahwa jika saya memutuskan untuk melakukan segala sesuatu, sesuatu pula yang akan saya lakukan. Kesadaran itulah yang melahirkan keinginan dan tekad. Misalnya saya ingin mendapatkan nilai ujian yang sangat bagus, maka saya akan berusaha secara maksimal sampai tujuan saya tercapai dengan cara belajar yang lebih giat.
                                                    iii.            Sumber rasa tidak percaya diri
Rasa percaya diri muncul karena adanya kelemahan - kelemahan tertentu dalam diri individu dan menjadi penghambat dalam mencapai tujuan dalam hidupnya, seperti dalam mencapai prestasi pada bidang tertentu. Beberapa kelemahan-kelemahan yang menjadi sumber rasa tidak percaya diri antara lain; cacat atau kelainan fisik; buruk rupa, ekonomi lemah, status sosial, status perkawinan, sering gagal, kalah bersaing, kurang cerdas, pendidikan yang rendah, perbedaan lingkungan, tidak supel, tidak siap menghadapi situasi, tertentu, mudah cemas dan penakut, tidak terbiasa, mudah gugup, pendidikan yang kurang baik, sering menghindar, tidak bisa menarik simpati orang lain (Hakim, 2005: 12-24).
Surya (2007: 2) menyatakan bahwa sebenarnya gejala-gejala tidak percaya diri mula-mula muncul karena adanya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin yang diiringi dengan dada berdebardebar kencang dan tubuh gemetar ini bersifat psikis atau lebih didorong oleh masalah kejiwaan anak dalam merespon rangsangan dari luar dirinya. Akibatnya anak menjadi tertekan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan kosentrasi pikiran, melemahkan motivasi dan daya juang anak. Pada ahhirnya anak tidak mampu mengaktualisasikan kemampuannya dengan baik.
                                                    iv.            Ciri-ciri orang tidak percaya diri
a.       Menurut Hakim (2005: 5) ciri-ciri orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi antara lain.
b.      Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu.
c.       Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
d.      Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi.
e.       Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi.
f.       Memilki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya.
g.      Memiliki kecerdasan yang cukup.
h.      Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.
i.        Memiliki keahlian atau ketrampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya ketrampilan berbahasa asing.
j.        Memiliki kemampuan bersosialisasi.
k.      Memiliki latar belakang pendidikan yang baik.
l.        Memilki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan didalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
m.    Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya didalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam
n.      menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah hidup yang berat justru semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.
Sedangkan orang yang tidak percaya diri ialah
Menurut Hakim (2005: 8-9) ciri-ciri orang yang tidak percaya diri antara lain:
a.       Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu.
b.      Memliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial atau ekonomi.
c.       Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan didalam suatu situasi.
d.      Gugup dan terkadang bicara gugup.
e.       Memliki latar belakang pendidikan yang kurang baik.
f.       Memliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil.
g.      Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu.
h.      ering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dirinya.
i.        Mudah putus asa.
j.        Cenderung bergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah.
k.      Pernah mengalami trauma.
Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah. Misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya semakin buruk.

c.       Layanan BK untuk mereduksi
d.      Teknik modeling
1)      Pengertian Modelling
Teknik Modeling dipelajari melalui observasi permodelan, dari mengobservasi lainnya seseorang membentuk ide dari bagaimana tingkah laku dibentuk kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk tindakan sebab orang dapat belajar sehingga dapat mengurangi kesalahan (Bandura, 1977: 22). Menurut Perry dan Furukawa dalam Abimanyu (1996: 256) mendefinisikan modeling sebagai proses belajar melalui observasi seorang individu atau kelompok sebagai model berperan sebagai rangsangan bagi pikiran – pikiran, sikap atau tingkah laku, sebagai bagian dari individu lain yang mengobservasi model yang ditampilkan. Menurut Cormier dalam Abimanyu (1996: 256) mengatakan Modeling sebagai prosedur dengan mana seseorang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku orang lain, dalam hal ini modeling digunakan sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau menghilangkan rasa takut dalam hal ini modeling dari suatu strategi dalam mana menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan. Dari beberapa pendapat diatas, menunjukan bahwa sebenarnya tingkah laku manusia tidak hanya dipengaruhi proses belajar dari lingkungan tetapi juga dapat melalui pengamatan langsung terhadap tingkah laku orang lain. Klien dapat mempelajari tingkah laku baru dengan penyontohan yang disajikan oleh terapis. 
Berdasarkan definisi dari berbagai ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku baru dapat dipelajari dan diperoleh dengan jalan mengamati baik langsung maupun tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain sekaligus konsekwensinya.
2)      Tujuan teknik Modeling
menurut Bandura (1997: 94) ada tiga hal antara lain:
a.       Development of new skill. Untuk mendapatkan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku yang baru. Contohnya: anak yang takut berenang menjadi berani berenang setelah ikut latihan renang dengan ahlinya, anak yang tidak bisa main sepak bola kemudian ikut club sepak bola menjadi pemain sepak bola yang handal, anak yang kurang percaya diri dalam berpidato setelah dilatih terus menerus menjadi percaya diri.
b.      Facilitation of preexisting of behavior. Untuk menghilangkan respon takut setelah melihat tokoh (sebagai model) yang bagi si pengamat, menimbulkan rasa takut, namun bagi model yang dilihatnya tidak berakibat apa – apa atau akibatnya positif. Contoh: mengamati seseorang yang berani memegang ular atau bermain dengan ular sehingga perasaan takut kita menjadi hilang.
c.       Changes in inhibitions about self expression. Pengambilan sesuatu respons – respons yang diperlihatkan oleh tokoh yang memberikan jalan untuk ditiru. Melalui pengamatan terhadap tokoh, seorang untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan ternyata tidak ada hambatan. Contoh: seorang artis yang memamerkan penampilannya yang memungkinkan di tiru oleh fansnya.
d.      Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari teknik Modeling yaitu untuk mendapatkan ketrampilan baru, menghilangkan respon takut dan pengambilan suatu respon yang diperlihatkan oleh model dengan jalan melakukan pengamatan atau obeservasi.
3)      Macam – macam Modeling
Menurut Bandura dalam Pavin & John (1997: 472) yaitu ; Live modeling with partisipan dan Symbolic model.
a.       Live modeling with partisipan, dengan menghadirkan model secara langsung. Misalnya konselor ingin membantu anak agar percaya diri ketika bertemu dengan lawan jenis. Maka tugas terapi mencari model yang akan dijadikan objek pengamatan bagi klien, kemudian klien mengamati model tersebut secara langsung.
b.      Symbolic model, penokohan menggunakan simbol seperti film, dan audio visual. Diharapkan dengan melihat film klien dapat menirunya melalui model tokohnya.. Tetapi perlu adanya pendampingan dari konselor dimaksudkan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Corey (1991: 155) mengemukakan ada beberapa penokohan antara lain:
c.       Live models, penokohan yang nyata misalnya adalah terpis dijadikan model oleh kliennya, atau guru, anggota keluarga atau tokoh yang dikagumi.
d.      Symbolic models, penokohan yang simbolik adalah tokoh yang dilihat melalui film, video atau media lain. Contohnya anak yang takut melihat ular disuruh melihat model tokoh dalam filmnya sehingga anak menjadi beran dengan ular.
e.       Mutilple model, penokohan ganda yang terjadi dalam kelompok. Seorang anggota dari sesuatu kelompok mengubah sikap dan dipelajari sesuatu sikap baru, setelah mengamati bagaimana anggota – anggota lain dalam kelompoknya bersikap. Atau dapat dikatakan efek dari mengikuti terap kelompok. Maka dapat disimpulkan jenis – jenis modeling antara lain ; Live models, Symbolic models dan Mutilple model. Dari ketiga jenis penelitian tersebut penulis menggunakan models dan Symbolic models dalam menangani siswa yang kurang percaya diri.
4)      Prosedur Modelling
Menurut Bandura (1977: 22) menjelaskan bahwa belajar tanpa ada reinsforcement nyata. Orang dapat mempelajari respon baru melalui permodelan dengan cara mengobservasi baik secara langsung maupu tidak langsung sehingga membentuk tingkah laku baru. Orang dapat memperoleh tingkah laku baru dengan mengamati model secara langsung atau melalui simbol seperti film, dan audio visual. Pada saat melakukan permodelan diawali dengan observasi terhadap model yang dipilihnya. Hasil dari kita melakukan observasi dapat berupa kata-kata, sikap dan tingkah laku dari model. Agar proses berjalan secara baik, dan tujuan yang diinginkan tercapai yaitu untuk mendapatkan tingkah laku baru maka melalui 4 tahapan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.

Adapun tahapan – tahapan proses Modeling menurut Bandura (1977: 23) sebagai berikut:
1.      Attention processes
Pada proses attention ini sangat penting untuk dilakukan bagi klien dalam mengobservasi model. Klien dalam perhatian harus dilakukan secara tepat dan akurat. Apabila klien, tidak melakukan attention secara maka pada tahap berikutnya tidak akan berjalan dengan baik atau gagal. Orang tidak dapat belajar banyak dengan observasi jika mereka tidak mengikuti dan menerima secara akurat gambaran tingkah laku model yang diamati. Maka dalam mengamati hendaknya klien harus perhatian terhadap kata – kata dan tingkah laku yang dilakukan oleh model, Bandura (1977: 24). Untuk itu hasil dari pengamatan terhadap model perlu disimpulkan dengan tepat dan akurat. Maka konselor dapat membantu pada saat pengamatan berlangsung, seperti menyuruh klien agar rileks sehingga akan merasa nyaman dalam melakukan pengamatan.
2.      Retention processes
Setelah kita melakukan perhatian terhadap model maka hasil dari mengobservasi harus kita ingat entah itu kata, sikap maupun tingkah lakunya. Mengingat sangat penting untuk dilakukan, karena apabila klien lupa apa yang diobservasi maka hasil yang diperoleh akan kurang maksimal. Bisa saja proses permodelan bisa gagal, Bandura (1977: 25). Gambaran atau imajinasi dan kata – kata yang diperoleh dari hasil mengobservasi model dapat disimpan dalam ingatan dalam bentuk simbolik. Dengan media simbolik ini, kita akan lebih mudah mengingatnya. Apalagi kita melakukan pengulangan secara terus – menerus dalam mengingatnya. Misalnya: ada anak yang takut dengan ketinggian kemudian mereka diajarkan dengan melihat model. Dari mengamati mereka memperoleh gambaran bagaimana agar kita tidak takut dengan ketinggian. Mereka harus rileks, pandangan fokus dan yang terpenting penilaian terhadap dirinya bahwa ia sanggup mengahadapi ketinggian itu.
3.      Motor reproduction processes
Tahap ketiga ini, menyangkut dari komponen ketiga dari permodelan melibatkan pengkonversian symbol – symbol kedalam tingkah laku yang cocok. Agar dalam pengkonversian tingkah laku yang cocok atau yang ingin dikehendaki terbagi 4 tahapan, yaitu: tahap awal penampilan tingkah laku dipisahkan menjadi penataan kognitif respon, penampilan pendahuluan, monitoring dan yang terakhir perbaikan menggunakan informasi umpan balik yang diterimanya, Bandura (!977: 27 – 28). Pada penampilan pendahuluan tingkah laku, resapon dipilih dan ditata pada tingkat kognitif. Seberapa banyak seoarang akan dapat memperagakan hal –hal yang dipelajari dari model, sebagian tergantung pada tersedia atau tidaknya ketrampilan – ketrampilan yang merupakan komponen dari tingkah laku tersebut. Seandainya komponen ini tidak ada, peragaan kembali tingkah laku yang rumit harus lebih dahulu dikembangkan melalui modeling dan latihan yang dimaksudkan agar klien memperoleh gambaran yang jelas dan akurat dalam mempelajari atau mendapatkan tingkah laku baru.
4.      Motivasional processes
Orang tidak akan menampilkan tingkah laku baru yang diajarkan begitu saja. Maka orang akan cenderung melakukan jika ada reward dan hasilnya. Sebaliknya orang tidak akan melakukan sesuatu jika tidak memberi hasil atau pengaruh yang tidak menyenangkan, Bandura (1977: Melihat dari beberapa tahapan, selain faktor model yang begitu penting dalam pembelajaran klien, tetapi kita tidak begitu saja mengabaikan faktor – faktor yang lain. Untuk itu, agar orang tidak gagal dalam melakukan permodelan harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut: tidak mengamati tingkah laku yang relevan, tidak mengkodekan secara tepat kedalam ingatan, gagal mengingat yang telah dipelajarinya, dan ketidakmampuan secara fisik untuk melakukan tindakan, Bandura (1977: Kesimpulannya bahwa proses permodelan harus diawali dengan mengobservasi dulu, kemudian dilanjutkan dengan proses attention processes, Retention processes, Motor reproduction processes, Motivasional processes dan itu harus dilakukan secara urut dan bertahap.
5)      Penyajian Modelling
Dalam penyajian model, mula-mula model terlibat didalam pembalikan peranan yaitu model memainkan peranan klien sementara klien memainkan peranan orang lain yang penting kedudukannya didalam lingkungan klien. Dalam hal ini, klien perlu menggambarkan secara relaistik keadaan yang dialaminya. Pada waktu yang sama, model mengidentifikasi jenis orang yang digambarkan oleh klien. Untuk menggunakan model secara langsung hendaknya klien diberikan bahwa Modeling adalah suatu sarana buka keputusan kepada klien. Dengan demikian, klien perlu didorong untuk menyamakan dengan gaya model. Menurut Bandura (dalam Vormir William dan Sherlyn, 1985: 9) konselor harus mengimplementasikan Modeling dengan memikirkan petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
a.       Beritahu klien tentang apa yang harus diperhatikan sebelum demonstrasi yang dimodelkan.
b.      Memilih sebuah model yang mirip dengan klien dan yang dapat mendemonstrasikan perilaku sasaran dengan cara coping
c.       Sajikan demonstrasi yang dimodelkan dalam urutan skenario yang mengurangi stres pada diri klien
d.      Suruh klien meringkaskan atau menijau ulang apa yang dilihatnya setelah demontrasi. Hendaknya dalam demonstrasi, klien perlu dilatih secara berulangulang. Apabila klien mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengaplikasikan apa yang dilihatnya maka model membantu klien sampai perilaku yang dinginkan tercapai
2.      Kerangka Pikiran
Berdasarkan uraian di atas terbukti  bahwa rasa percayadiri di yayasan awwaliyah al-asiyah terdapat rasa percaya diri yang rendah. Untuk itu,peneliti memakai teknik modeling untuk mereduksi rasa percaya diri pada sisiwayatim piatu di yayasan awwaliyah al-asiyah kota bogor.








Text Box: Pretest Kepercayaan Diri


Text Box: Pemeberian Intervensi Teknik Moedelling
Text Box: Prostest Kepercayaan Diri

 
                                                                                                           
                                               


                                                       


Text Box: Gain
 





3.                  Hipotesis
Berdasarkan teori telah yang dipaparkan, maka diajukan hipotesis penelitian yaitu kepercayaan diri siswa kelas X Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Tahun Ajaran 2017/2018
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis dua arah yaitu Hipotesis alternative dan hipotesis Nol. Hipotesis benar jika Hipotesis alternative (Ha) terbukti kebenarannya.
Ha : Adanya kontribusi rasa percaya diri remaja terhadap perencanaan karir pada remaja yang tinggal di yayasan yatim piatu.
Ho : Tidak ada kontribusi dari rasa percaya diri terhadap perencanaan karir remaja yang tinggal di yayasan anak yatim piatu.

IX.             Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi dengan pendekatan kualitatif. Pengertian metode menurut Bohar  Suharto (1987:146) dalam indra (2004) adalah “cara kerja untuk dapat memahami suatu objek penelitian”.
Secara sederhana, korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh, korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi dengan pendekatan kualitatif sederhana, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positifisme digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu (Sugiyono, 2012:7).
Adapun bentuk pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
X.                Lokasi dan Waktu Penelitian
a.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis  mengambil lokasi di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah kota Cibinong-Bogor. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama bulan Oktober-November-Desember 2017 di mulai pada saat pengambilan data pertama mengenai gambaran umum mengenai remaja yang memiliki prasa percaya diri sampai selesai untuk pengambilan sampel dari sekolah. Penelitian ini dilakukan di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah yang beralamat di Jl. Raya Jakarta Bogor KM 41,5 Lingkungan 04 Kranji Barat RT. 001 RW. 011 Kelurahan Ciriung Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.
b.      Waktu Penelitian







Tabel 2. Waktu penelitian
No
Kegiatan
Oktober
November
Desember
3
4
2
2
3
4
1
2
3
4
1.
Pra penelitian










2.
Penelitian










3.
Analisis










4.
Penulisan laporan










XI.              Gambar X.I

XII.          Definisi Istilah Penelitian (Defenisi Operasional Vriabel)

Definisi operasional betujuan untuk memberikan penjelasan tentang arti penelitian yang dilakukan sehaingga mendapatkan gambaran yang jelas. Berikut adalah definisi operasional yang terdapat dalam penelitian inti :
1.   Remaja
2.   Rasa percayadiri
3.   Teknik modeling
4.   Layanan BK

XIII.       Variabel dan Indikator Penelitian
a.      Variable Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakamn satu variable yaitu variable terikat, variabel terikat adalah ………………. variable terikat dalam penelitian ini yaitu rasa percaya diri
b.      Indikator Penelitian
Indicator dalam penelitian ini yaitu factor-faktor yang mempeengaruhi tidak percaya diri yaitu: ………………..
XIV.       Prosedur Penelitian
a.       Penyebaran angket/pretest
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyebarang pretest/angket pada siswa yatim piatu yayasan Awwaliyah Al-Asiyah.
b.      Kontrak intervensi
c.       Penyuasunan program intervensi teknik modeling untuk mereduksi kepercayaan diri siswa
d.      Pelaksanaan treatment/intervensi
e.       Penyebaran angket/posttest
f.       Analisis. Analisis adalah blabla analisis dilakukan untuk mengeccek datayang sudah terkumpul
g.      Penyusunan laporan

XV.          Populasi dan Sampel Penelitian
a.      Populasi Penelitian
Sugiyono (2012:119) yang mnegemukakan bahwa populasi aalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”, pendapat lain dikemukakan oleh Arikunto “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sesuai dengan permasalahn penelitian,  maka yang menajdi populasi pada penelitian ini adalah anak atau siswa yatim piatu Yayasan Awaliyah Al-Asiyah Kota Bogor.
Adapun yang menjadi populasi pada penelitian ini yaitu di Yayasan Anak Awwaliyah Al-asiyah Kota Bogor.
Tabel XIV.I  populasi penelitian
No
Populasi Anak Yatim Piatu
Jumlah
1
Lak-laki
11 Orang
2
Perempuan
11 Orang
Jumlah
22 Orang
Keterangan: data didapat dari staff pengurus Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah.
b.      Sampel Penelitian
Arikunto (1993:104), Mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti kemudian. seperti yang telah dikemukakan oleh Kartini Kartono bahwa sampel adalah contoh, master representative, atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya yaitu suatu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representative dari keseluruhannya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil semua anak Yatim Piatu di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah
Kartini Kartono (1986:120), Mengemukakan secara mutlak yang menentukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari populasi. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel secara keseluruhan.
Peneliti melakukan beberapa langkah sebelum mendapatkan sampel, berikut adalah beberapa lanngkah yang peneliti laukan:
1.            Menentukan sekolah/ Yayasan
Dalam menentukan jumlah sampel yamg akan diambil oleh peneliti untuk melakukan penelitian, maka yang pertama peneliti lakukan yaitu menentukan sekolah dimana tempat peneliti untuk melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah yang beralamat di Jl. Raya Jakarta Bogor KM 41,5 Lingkungan 04 Kranji Barat RT. 001 RW. 011 Kelurahan Ciriung Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.
2.         Menentukan tingkatan
Setelah peneliti mendapatkan sekolah yang akan ditindak lanjuti, peneliti memilih anak Yatim Piatu yang akan dijadikan sebagai ampel dalam penelitian ini. Peneliti beranggapan bahwa siswa kelas Yatim Piatu sangat cocok untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Karena ana Yatim perlu dilatih rasa percaya diri agar tidak merasa minder ketika menghadapi anak-ana lain yang lebih beruntung dari anak yatim.
3.         Menentukan jumlah
Dalam penelitian ini peneliti mengambil semua jumlah Anak Yatim Piatu yang terdapat di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah.
XVI.       Teknik Penelitian
a.      Teknik Pengumpulan Data Penelitian
1.               Skala
Skala pada penelitian ini menggunakan skala percaya diri dengan model Likert. Peneliti menggunakan skala dengan 5 pilihan jawaban untuk mengetahui tingkat pemahaman diri dan rasa percaya diri siswa. Skala ini diberikan kepada siswa Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Kota Bogor.
Menurut (Azwar 2010:3), skala psikologi merupakan alat ukur aspek atau atribut afektif. Skala psikologi memiliki karakteristik antara lain:
stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologi selalu berisi banyak item, respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Skala psikologis ini digunakan untuk mengungkapkan aspek psikologi mengenai percaya diri.
Peneliti memperhatikan tujuan ukur, metode penskalaan dan format item yang dipilih, sehingga respon yang disajikan dalam skala adalah dalam bentuk pilihan jawaban yang terdiri dari lima jawaban kesesuaian antara responden dengan penyataan yang disajikan. Jawaban kesesuaian antara responden dengan penyataan yang disajikan tersebut adalah:

Tabel  IX.I Kategori Jawaban Skala Psikologi
No       Pernyataan positif       Pertanyaan negatif
            Jawaban          Nilai    Jawaban          Nilai
1          SS        5          SS        1
2          S          4          S          2
3          TS        2          TS        4
4          STS     1          STS     5

Skala likert ini disusun dalam bentuk skala. Dalam skala likert, responden akan di berikan pernyataan-pernyataan dengan beberapa alternatif jawaban yang dianggap oleh responden sangat tepat.
Alternatif jawaban yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 alternatif yaitu:
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Sesuai (TS),  Sangat Tidak Sesuai (STS).
b.      Teknik Pengolahan Data Penelitian
1.   Mengelompokkan Data
Terdapat dua jenis
a.       Kegiatan awal dalam mengelompokan data
memberikan kode pada setiap data yang sudah terkumpul brtujuan untuk memudahkan penganilisisan data disetiap instrumen penelitian
b.      Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan kedalam tabel-tabel agar mudah dipahami.
XVII.    Instrument Penelitian
a.      Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, menurut Yusuf (2013:199) kuisioner adalah rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan langsung dengan suatu topik tertentu, diberikan pada sekelompok individu dengan maksud memperoleh data.
b.      Kisi-kisi instrumen
Dalam pembuatan instrumen penelitian berpacu pada kisi-kisi yang diadaptasi dari teori Medinus dan Johnson yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5. Kisi-kisi instrumen
Aspek
Indikator
Sub indikator
No item
Jml
+
-
Keputusan hidup
Tidak plin-plan, tidak ragu-ragu, tidak minder
   
Ragu-ragu
1.3
2.4
4
Tidak konsisten
5.7
6.8
4
Bimbang
9.12
10.11
4
Minder
13.15
14.16
4
Rendah diri
12.17
18.19
4
Kebingungan
20.22
21.23
4
Cemas
24
27
2
Power yang kuat 
Kharismatik dan disegani
Teguh pendirian
26
29
2
Konsisten
30
32
2
Menyesuaikan diri
Terbebas dari rasa terancam atau rasa tertekan oleh keadaan atau oleh lingkungan
Canggung 
34
37
2
Takut
39
35
2
Cenderung putus asa dan menyerah
Memiliki jati diri
Putus asa
31
33
2
Willing to take responsibillity
Berkomitmen dan bertanggung jawab
 Berkomitmen dan tanggung jawab
36, 40.
38, 25
4
Jumlah
20
20
40


XVIII. Data Penelitian
Data yang diperoleh dari responden akan di analisis dengan menggunakan aplikasi SPSS 10 menggunakan metode korelasi.
XIX.       Jadwal Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan dalam proses penulisan laopran ini membutuhkan waktu selama 3  Bulan. Adapun jadwal yang peneliti lakukan ke Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Kota Bogor yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:
Berikut jadwal penelitian yang akan dilaksanakan di Yayasan Awwaliyah Al-Asiyah Kota Bogor.
Tabel XVIII.I Jadwal Penelitian
Kegiatan
Pelaksanaan
Pengumpulan data semua santri
4 November 2017
Pengumpulan data kelas santri Yatim Piatu
5 November 2017







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Abbasiyah

SASTRA ABBASIYAH 1 DAN 2 SERTA KARAKTERISTIKNYA Pada masa Abbasiyah geliat intelektual dan perkembangan peradaban Islam mencapai puncaknya termasuk kajian tentang sastra pada masa ini juga mengalami perkembangan. Bahasa pada masa ini mengalami kemundurn karena asimilasi bangsa Arab dengan ajam yang berpengaruh terhadap kualitas kebahasaan serta sering terjadi kesalahan bahasa. Perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya novel, buku-buku sastra, riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru النثرالتجديدي . Kata Kunci : Sastra Abbasiyah, Puisi Abbasiyah 1 dan 2   I.             PENDAHULUAN Al-Iskandary menyatakan bahwa kesusastraan bahasa setiap umat adalah segala prosa dan puisi yang dihasilkan oleh pikiran putra bangsa yang menggambarkan watak dan kebiasaan, daya khayal serta batas kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa yang bertujuan men...

Ingkar Janji Menurut Islam dan Kuhperdeta

INGKAR JANJI MENURUT ISLAM DAN KUHPerdata I. PERJANJIAN MENURUT HUKUM ISLAM Indonesia seakan penuh dengan masalah. Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, diserang oleh wabah kepalsuan. Dari uang palsu, beras palsu, dokter palsu, sampai pada ijazah palsu, banyak ditemukan. Salah satu yang sedang hangat dibicarakan saat ini adalah janji palsu politisi. Hangatnya pembicaraan janji palsu bukan karena banyaknya janji pemimpin yang tidak ditepati. Namun topik tersebut menjadi hangat ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyepakati bahwa haram (berdosa) hukumnya jika janji kampanye tidak dilaksanakan saat politisi terpilih dan berkuasa. Tentu saja fatwa tersebut membuat politi kebakaran jenggot. Pasalnya hampir semua politisi mengumbar janji pada saat kampanye. Baik pada pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilu kepala daerah. Namun setelah terpilih janji tersebut tidak ditepati. Masyarakat akhirnya kecewa karena merasa telah ditipu oleh politisi yang dipilihnya. F...

Teori Super

Teori Perkembangan Karir Anak (Teori Super) BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Menurut Donald E. Super (Dewa. K.S, 1987:65) bahwa kematangan bekerja dan konsep diri ( selft-concept ) merupakan dua proses perkembangan yang berhubungan. Maksudnya adalah bahwa tingkat kematagan bekerja itu saling berhubungan. Apabila konsep diri seseorang itu baik, maka kematangan kerjanya pun juga baik. Dalam perkembangan anak-anak ada pula pekerjaan yang disesuaikan dengan umur dan tingkat dengan kematangan emosinya. Yang mana dalam teori super terdapat 6 fase perkembangan karir pada manusia. Salah satunya adalah fase Growth .   Dalam fase ini dijelaskan bahwa terhitung sejak anak lahir sampai lebih kurang umur 15 tahun. Pada fase ini anak sedang mengembangkan berbagai poten, pandangan khas, sikap, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktrur gambaran diri. Jadi untuk lebih mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan karir pada anak-anak maka kami...