Kehidupan Para Siswa di Masa Islam Klasik
1. Karakteristik murid
a. Pengertian batasan
murid
Murid adalah anak yang sedang berguru, yang memperoleh pendidikan dasar dari
satu lembaga pendidikan.
Di awal perkembangan islam, para penuntut ilmu tidak ada perbedaan. Ketika
rosulullah masih hidup, semua sahabat diberi kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang ajaran islam dari rosulullah.
Dalam kenyataannya tidak semua sahabat dapat memenfaatkan kesempatan untuk
menimba ilmu dari beliau.
Pada masa klasik tidak ada ketentuan pasti tentang batasan bagi seseorang yang
mau belajar di kuttab. Para murid yang memasuki lembaga dasar ini berfariasi.
Ada murid yang mulai memasuki kuttab berumur 5 tahun, ada yang berumur 7 tahun
dan bahkan ada yang berumur 10 tahun.
b. Biaya dan lama belajar
Biaya selama belajar di kuttab pada dasarnya dibebankan kepada keluarga murid.
Orang tua murid membayar dengan sejumlah uang yang di bayar pada setiap minggu
atau setiap bulan. Terkadang pembayaran itu di lakukan dengan sejumlah bahan
makanan sebagai pengganti uang.
Lama belajar di kuttab tergantung kemampuan anak didik. Murid yang cerdas dan
rajin dapat menyelesaikan belajarnya dalam waktu yang relatif singkat.
Sebaliknya anak atau murid yang kurang cerdas dan malas memekan waktu agak lama
untuk menyelesaikan pelajaran. Meskipun demikian, umumnya masa belajar di
kuttab kurang lebih 5 tahun.
2. Keadaan murid
Menurut mahmud yunus, para murid di kuttab belajar 6 hari dalam seminggu.
Pelajaran di mulai pada hari sabtu dan berakhir pada hari kamis. Waktu belajar
di mulai pada pagi hari dan berakhir setelah sholat ashar. Biasanya sehabis
sholat dzuhur para murid pulang kerumah untuk makan.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa para murid pada siang hari lebih
banyak bergaul dengan guru dan para murid lainnya di kuttab. Adapun murid yang
berada dalam pemeliharaan seorang guru, pergaulannya dengan seorang guru lebih
lama dari murid-murid lain yang harus pulang kerumah setelah pelajaran selesai.
Karena itu, dapat diasumsikan bahwa guru yang mengajar di kuttab adalah orang
terdekat selain orang tua.
2.2. Kompetensi mengajar guru pada masa klasik
Menurut mas’ud khasan abdul qohar kompetensi adalah kekuasaan,wewenang atau hak
yang di dasrkan pada peraturan tetentu.sedangkan kompetensi mengajar menurut
Uzer Ustman(1992)adalah wewenang guru untuk melaksanakan tugas mengajar
berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu.
Menurut Al-qosqosamdi bahwa syarat untuk menjadi guru pada masa khalifah
fatimiyah di mesir secarab umum dapat di golongkan ke dalam dua syarat:
Ø Syarat fisik :
1) Bentuk badanya bgus
2) Manis muka
3) Lebar dahinya
4) Bermuka bersih
Ø Syarat psikis :
1) Berakal sehat
2) Hatinya beradap
3) Tajam pemahamannya
4) Adil terhadap siswa
5) Bersifat perwira
6) Sabar dan tidak mudah
marah
7) Bila berbicara menggambarkan
keluasan ilmunya
8) Perkataannya jelas,
mudah dipahami
9) Dapat memilih
perkataan yang baik dan mulia
10) Menjauhi perbuatan yang tidak terpuji.
Abdurrahman al-nahlawi (1989) menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, ia harus mamiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Tingkah laku dan pola
pikir guru bersifat rabbani
2. Guru harus ikhlas
3. Guru sabar dalam
mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada anak-anak
4. Guru jujur dalam
menyampaikan apa yang diserukannya
5. Guru senantiasa
membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan dan harus meningkatkan kualitas
dirinya
6. Guru mampu menggunakan
berbagai metode mengajar secara bervariasi dan mampu memilih metode
sesuai dengan kebutuhan anak
7. Guru maampu mengelola
siswa
8. Guru mempelajari
kehidupan psikis anak selaras dengan tingkat usia perkembangannya, sehingga ia
dapat memperlakukan siswa sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis
mereka
9. Guru tanggap terhadap
berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi perkembangan jiwa
anak
10. Guru bersikap
adilkepada semua anak didiknya, tidak membedakan antara satu dengan yang
lainnya.
2.3. Pranata
sosial dan guru
Menurut al-jahiz (dalam ziauddin alavi, 1988: 69) guru dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga golongan adalah :
a) Guru-guru yang
mengajar sekolah kanak-kanak (mu’alim al-kuttab)
Para mu’allim kuttab (guru sekolah kanak-kanak) mempunyai status sosial yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang dangkal dan
kurang berbobot. Mereka dituduh menyebabkan lahirnya image (kesan) yang kurang
baik terhadap profesi guru. Di kota palermo terdapat kurang lebih 300 orang
guru mu’allim al-kuttab yang kebanyakan diantara mereka menderita sakit sawan,
ceroboh dan bodoh. Namun demikian, tidak semua mu’allim al-kuttab ceroboh dan
bodoh. Ada sebagian diantara mereka yang ahli dalam bidang sastra, ahli khat,
dan fuqaha’. Mereka inilah golongan guru mu’allim al-kuttab yang dihormati dan
di hargai seperti al-hajaja, al-kumait, abdul hamid al-katib, atha’ bin abi
rabah dan lain-lain.
b) Para guru yang
mengajar para putera mahkota (muaddib)
Berbeda dengan mu’allim al-kuttab, para muadib mempunyai status sosial yang
tinggi, bahkan tidak sedikit par ulama yang mendapat kesempatan untuk
menjadi muadib. Hal ini disebabkan untuk menjadi muadib diperlukan beberapa
syarat, diantaranya adalah alim, berakhlak mulia dan dikenal masyarakat.
c) Para guru yang
mengajar di masjid-masjid dan sekolah-sekolah (ustadz)
Seorang guru dalam golongan ini telah beruntung sekali mendapatkan kehormatan
dan penghargaan tinggi di hadapan masyarakat.
2.4. Peranan guru
dalam kehidupan masyarakat
Guru merupakan sosok penting, yang tidak perlu diragukan lagi keberadaanya
dalam kehidupan masyarakat. Sosok jiwa yang bersih sepi ing pamrih senantiasa
menjadi dambaan masyarakat. Guru-guru pada masa klasik selalu di kelilingi
oleh para siswa yang datang dari berbagai pelosok wilayah dunia
yang bertujuan mendengarkan langsung kajian yang dibawakan oleh gurunya. Tidaklah
mengherankan apabila sosok individu guru yang alim dan terkenal lebih dominan
dari pada pendidikan yang formal. Tokoh-tokoh istimewa tertentu, yang telah
mempelajari hadits dan membangun sistem teologi serta hukum yang berlaku di
kalangan mereka, senantiasa menarik perhatian murid-murid dari daerah yang jauh
dan dekat untuk menuntut ilmu pengetahuan dari mereka. Maka ciri utama pada
masa ini adalah pentingnya peranan individu guru.
Sudah menjadi tradisi pendidikan islam pada masa klasik, bahwa gur tidak pernah
membatasi kapan murid harus selesai belaja kepadanya, kecuali ia telah
menyelesaikan (khatam) kitab yang dikajinya. Murid diberi kebebasan untuk
belajar kepada siapa saja dan kapan saja,dan bahkan guru tidak pernah
menawarkan pelajaran secara khusus yang harus diselesaikan oleh murid pada
waktu tertentu. Namun tidak berarti guru bebas melepaskan muridnya kemanapun ia
pergi dan mencari ilmu. Guru tetap bertanggung jawab atas keberhasilan
murid yang pernah belajar kepadanya. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan
oleh aljarnuzi dalam kitabnya Ta’lim al-muta’alim bahwa untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan membutuhkan arahan guru.
Selain itu guru juga bertanggung jawab atas masyarakat yang berada di sekitar
madrasah. Karena keberadaan madrasah akan mempunyai dampak yang positif bagi
masyarakat manakala madrasah dapat membantu memainkan peranan dalam pembangunan
masyarakat. Selain itu, guru juga mempunyai tanggung jawab dalam memantau
perkembangan anak didik yang berada dilingkungan masyarakat sekitar madrasah.
Bagaimana pergaulan anak dan peranan apa yang dapat dimainkan anak. Guru
mempunyai tugas mengontrolnya sekalipun guru sendiri secara sosiologis punya
kewajiban untuk menjadi dinamisator dalam kehidupan masyarakat.
Tidaklah heran apabila guru pada masa klasik ini disebut dengan teacher
oriented, karena guru mempunyai peranan yang amat penting dalam proses
pendidikan anak, mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya.
Pada masa klasik, para muaddib, muallim, dan ustadz mampu mamainkan peranannya
dalam kehidupan masyarakat dengan cara bergabung dalam institusi-institusi
keilmuan dan perkumpulan-perkumpulan pribadi yang mereka bangun. Mereka
melakukan transformasi keilmuan secara ekstensif melalui dialog dan praktik-praktik
secara terbuka guna mendidik tenaga profesional dalam bidangnya, seperti
zakaria al-razi, yang mendidik tenaga profesional sambil melakukan praktik
kedokteran dan menangani pasien di rumah sakit. Hal ini ia lakukan untuk
melatih tenaga muda yang profesional agar dapat mengabdikan dirinya dalam
kehidupan masyarakat.
2.5. Organisasi guru
pada masa klasik
Dalam hal pemerintahan, guru mempunyai pengaruh yang amat penting dalam
pemerintahan, bahkan kekuasaannya mempunyai andil yang besar dalam kekuasaan
khalifah, selain itu organisasi guru dapat dijasikan corong untuk menyebarkan
ajaran atau aliran yang dianut oleh pemerintah. Hal ini tampaknya tidak terlalu
berlebihan, karena guru terhimpun dalam suatu organisasi yang mempunyai power
yang dapat mengendalikan kepentingan khalifah khususnya dalam hal pengangkatan
dan pemberian izin untuk menjadi pengajar di suatu masjid.
2.6 .Pola interaksi guru dan siswa pada pendidikan islam klasik
1 Gambaran interaksi
rosulloh dan sahabat pada periode awal pendidikan islam
Pada pola pertama, nabi melaksanakan pendidkan terhadap umat sebagai dakwah
terhadap risalah yang di bawanya yang memeliki nilai ibadah dihadapan aloh swt.
Nabi menjalankanya dengan tulus iklas tanpa menuntut materi dari dakwah yang
dilakukan sikap ini juga ditanamkan oleh nabi kepada para sahabat dalam
mengikuti dakwah nabi.
Pola kedua, nabi
langsung menjadi guru umat dan model dari akhak yang diinginkan. Dengan
demikian, umat langsung dapat bentuk yang diinginkan al-quran dari sikap
rosulloh sehari-hari.
Dalam keseharianya nabi sangat dihormati dan para sahabat mendudukan nabi
pada posisi yang tinggi, tetapi nabi tetap bersikap tawaduk.
2 Pola sikap guru dan
siswa pada pendidikan islam klasik
Pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi edukatif pada pendidikan islam
klasik diantaranya :
a. Pola keiklasan
Pada pola ini siswa diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan yang di ajarkan
tanpa mengharapkan imbalan materi dan menganggap interaksi tersebut berlangsung
sesuai dengan panggilan jiwa untuk mengapdikan diri pada alloh dan mengemban
amanah yang dia amalkan.
b. Pola kekeluwargaan
Pada pola kekeluargaan guru memposisikan dirinya dan siswa seperti orangtua dan
anak. Artinya, mereka mempunyain tanggung jawab yang penuh dalam pendidikan
tersebut, dan mencurahkan kasih sayang seperti menyayangi anak sendiri.
c. Pola kesederajatan
Pada pola ini guru senantiasa memunculkan sikap tawaduk terhadap siswanya. Pola
interakasi seperti ini membuat guru menghargai potensi yang dimiliki anak
didiknya. Sikap tawaduk yang dimiliki, membuat guru tidak bersikap diktator
atau merasa lebih benar
d. Pola al-uswah
al-hasanah
Pada pendidikan islam klasik, interaksi antara guru dan siswa tidak hanya pada
proses belajar mengajar, tetapi juga pada masyarakat. Dengan demikian siswa
dapat melihat gambaran yang diinginkan guru.
3 Pola sikap siswa
terhadap guru dalam interaksi edukatif
a. Pola ketaatan
Ketaatan siswa terthadap gurunya membawa barokah dalam proses pencarian ilmu
yang merupakan upaya mencari ridhonya (kerelaan hati), dan yang harus dilakukan
sebagai seorang siswa adalah menjauhi amarah guru, dan menjunjung tinggi
perintahnya selama tidak bertentangan dengan agama.
b. Pola kasih sayang
Menurut ibn maskawaih, kewajiban cinta siswa terhadap guru berada diantara
cinta terhadap alloh dan cinta kepada orang tua, karena menurut ibn maskawaih,
guru merupakan penyebab eksistensi hakiki kita dan pentebab kita memperoleh
kebahagiaan sempurna.
Bertolak dari penjelas di atas, kita dapat mengetahui karakteristik pola sikap
guru dan siswa dalam interaksi edukatif, yaitu :
1) Memberikan penghargaan
yang tinggi pada kesucian batin yang tercermin pada kesadaran sosial dan
usaha-usaha idealistik yang ditujukan pada penguasaan setiap kecakapan yang
menjadi tuntutan tugas seseorang;
2) Interaksi antar guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar dipandang sebagai kewajiban agama.
3) Adannya hubungan
pribadi yang dekat antara guru dan siswa, menjamin keterpaduan bimbingan rohani
dan akhlaq, dengan pengajaran sebagai keterampilan.
4) Interaksi guru dan
siswa tidak hanya terjadi dalam proses belajar mengajar, tetapi interaksi
tersebut tetap berlangsung di tengah masyarakat.
5) Adanya keseimbangan
antara interaksi guru dan siswa pada pendidikan islam klasik.
6) Pola yang ada merupakan
pengembangan interaksi yang terjadi pada zaman rosululloh.
http://adinnurudin.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-pendidikan-islam.html kamis, 12 okt 2017 11:25
Komentar
Posting Komentar