Home » KURIKULUM 2013 BERDASARKAN
PERMENDIKBUD TAHUN 2014 » Pengertian, Tujuan, dan Karakteristik Kurikulum 2013

1. Mengembangkan keseimbangan antara
sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya
dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian
dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan
masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa
untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang
dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam
kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas
menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar.
Semua Kompetensi Dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai
kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti;
6. Mengembangkan Kompetensi Dasar
berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan
memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).
Arus globalisasi akan menggeser pola
hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat
industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade
Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community,
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area
(AFTA).
Berdasarkan pengertian tersebut, ada
dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Dan Kurikulum 2013 yang diberlakukan
mulai tahun ajaran 2013/2014 yang lalu telah memenuhi kedua dimensi tersebut.
Kedua, adanya tantangan eksternal, yang
antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait
dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi
peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional.
Kurikulum 2013 dirancang dengan
karakteristik sebagai berikut :
Sahabat Edukasi yang sedang
berbahagia...
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara umum, kurikulum 2013
bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Tantangan eksternal juga terkait
dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta
mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di
dalam studi International Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment
(PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia
tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan
PISA. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di
TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Tantangan internal lainnya terkait
dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia
produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun)
lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang
tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai
puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu
tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya
manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan
agar tidak menjadi beban.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning,
di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir
(Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).
Discovery
terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu
sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in
the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery
Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang
dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang
kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah
pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding.
Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan
demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang
terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).
Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki
lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua
unsur dari konsep itu, meliputi:
1. Nama;
2. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif;
3. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak;
4. Rentangan karakteristik;
5. Kaidah (Budiningsih, 2005:43).
Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua
kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda
pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan
contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan
menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi
aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.
Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu
siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning
Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi,
penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan
yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif
harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive,
iconic, dan symbolic.
Tahap enaktive, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya
melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic,
seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem
simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic
dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia
bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya
dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic
ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan
bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic
(Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).
Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher
oriented menjadi student oriented.
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan:
hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery
Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Langkah-langkah model pembelajaran penemuan terbimbing (discovery
learning) adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan
data secukupnya. Perumusaannya harus jelas dan hilangkan pernyataan yang multi
tafsir
b. Berdasarkan data yang diberikan guru, siswa menyusun,
memproses, mengorganisir, dan menganlisis data tersebut. Dalam hal ini
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja bimbingan lebih mengarah
kepada langkah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan.
c. Siswa menyusun prakiraan dari hasil analisis yang
dilakukannya
d. Bila dipandang perlu, prakiraan yang telah dibuat siswa
tersebut hendaknya diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak
dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran
prakiraan tersebut, maka verbalisasi prakiraan sebaiknya disrahkan juga kepada
siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak
menjamin 100% kebenaran prakiraan.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil
penemuan itu benar.
Komentar
Posting Komentar