KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, hanya dengan rahmat dan hidyah-Nya saya dapat
menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini yang berjudul “Ilmu Asbabul
Wurudz”. Penulis menyusun makalah ini sebagai salah satu tugas individu
untuk mengetahui apa itu ilmu asbabul wurudz.
penulis sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan dari segi isi, data, maupun analisisnya. Tersusunnya makalah
ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, untuk penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Untuk kedua orang tua penulis
2. Bapak Drs. Syafi’in Mansur. MA
3. Mahasiswa ilmu hadits UIN Sulatan Maulana
Hasanuddin Banten 2016
4. Untuk orang special
Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf apabila makalah ini
terdapat banyak kesalahan baik dalam bentuk penyampaian materi maupun EYD.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya. umumnya bagi
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Etika merupakan
refleksi atas moralitas. Akan tetapi, sebagai bagian dari ilmu pengetahuan,
etika bukan sekedar refleksi tetapi refleksi ilmiah tentang tingkah laku
manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Oleh karena itu,
yang menjadi pusat penelitiannya bukan hanya prinsip-prinsip dan
patokan-patokan moral semata, tetapi manusialah yang menjadi inti
penelitiannya. Tetapi apakah yang menjadi dasar dalam meneliti manusia
tersebut? Norma menjadi pegangan di dalam menilai tingkah laku ataupun moral
dari manusia tersebut. Norma menjadi tolok ukur bagi setiap pengambilan
keputusan etis. norma-norma yang dibentuk oleh masyarakat menjadi pembimbing
bagi para pengikutnya untuk menjalankan kehidupan mereka dengan baik. Dan
memang seringkali norma yang ada dibentuk dengan tujuan untuk mengatur
kehidupan para anggota komunitasnya agar dapat berinteraksi dengan baik. Norma
itu jugalah yang mengatur kehidupan moral di dalam mana masyarakat itu tinggal
dan menetap.
Etika bukanlah
merupakan ilmu yang statis saja yang hanya berdiri sebagai satu-satunya ilmu
yang meneliti tingkah laku atau sifat dari manusia. Dalam memahami ataupun
meneliti suatu tingkah laku atau kebiaasaan di dalam masyarakat, etika juga
membutuhkan dialog dengan disiplin ilmu yang lain demi memfokuskan diri
terhadap penelitiannya tersebut. Begitu juga dengan apa yang seharusnya
dilakukan di dalam etika sendiri. Suatu norma yang menjadi titik tolak ataupun
pegangan dari para etikus untuk mengambil suatu keputusan etis untuk menilai
baik-buruknya tingkah laku ataupun kebiasaan yang dinilai tersebut juga dapat
dinilai berdasarkan pertemuan dialogal antara etika dengan ilmu-ilmu sekular.
Sebagai sebuah
refleksi, etika tidak bisa dilepaskan dari sudut pandang tertentu. Hal tersebut
berlaku juga untuk Etika Kristen. Etika Kristen tidak bisa dilepaskan dari asumsi-asumsi dasar iman Kristiani. Meskipun demikian
berdasarkan pengamatan sekilas, penulis melihat bahwa agaknya Etika Kristen
tidaklah sedemikian berbeda dengan etika-etika lainnya sehingga tidak bisa
didialogkan. Menurut Eka Darmaputera bahwa Etika Kristen, seharusnya terbuka
dan dinamis bergerak dalam ruang maupun waktu oleh karena ia pertama-tama
adalah etika.3 Kemudian Darmaputera menyarankan bahwa dalam melakukan analisa
etisnya, etika Kristen harus merupakan interaksi antar disiplin ilmu dan selalu
berorientasi kepada hal-hal yang konkret yang terjadi di dalam masyarakat.4
Etika Kristen harus terlibat aktif berdialog dengan etika lainnya untuk ikut
memecahkan persoalan yang ada di dalam masyarakat.
Jelas bahwa etika
Kristen ada oleh karena diilhami.oleh asumsi-asumsi dasar iman Kristiani.
Tetapi Etika Kristen ada dan terbuka untuk semua masing-masing etika dari agama
lain maupun aliran etika lain. Namun seringkali etika Kekristenan cenderung
bersikap eksklusif dan terkadang menjadi etika yang tertutup. Etika Kristen
tidak lagi merupakan ilmu yang terbuka untuk berdialog dengan etika-etika lain
tetapi malah berubah menjadi suatu hukum yang kaku. Sering ada anggapan dari
kalangan orang-orang Kristen bahwa etika yang tidak diilhami oleh iman Kristen
dianggap tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi persoalan-persoalan etis
yang terjadi di masyarakat. Bahkan seringkali etika Kristen dijadikan tameng
oleh sebagian pengikutnya sebagai ajang untuk berdebat dengan etika agama-agama
lain bukan untuk memberi saran pengambilan keputusan etis yang tepat
berdasarkan asumsi-asumsi dasar imannya tetapi untuk membuktikan siapa yang
paling benar.
Etika Kristen memiliki
ciri khas yang khusus karena mendasarkan etikanya pada perelasian antara
manusia dengan Allah penciptanya. Etika Kristen mengalami kekonkretannya dengan
mengacu pada ajaran dan tingkah laku dari Yesus yang diimani sebagai Anak Allah
yang membawa dan mengajarkan kasih Allah akan dunia ini. Dapat dikatakan etika
Kristen merupakan etika yang teologis. Akibat ciri khasnya yang teologis seringkali etika Kristen hanya
berjalan di awang-awang dan malah cenderung menjadi dogmatis dogmatis. Hal
inilah yang mengakibatkan sulitnya berdialog dengan etika yang lain khususnya
etika yang filosofis. Etika theologis sering dituduh lebih mendasarkan diri
pada ajaran-ajaran moral yang kaku sehingga kurang menghargai kemanusiaan
sementara etika filosofis dianggap terlalu rasional dan antroposentris dan
mampu membawa peserta dialog menjadi atheis. Hal inilah yang menjadi perdebatan
yang kadang tidak jelas arah dan tujuannya dan diakui sangat sulit untuk
mendamaikan etika Kristen dengan etika yang filosofis.
B. Rumusan masalah
a.
Kitab suci yang menjani sumber umat nasrani dalam
bermoral
b.
Sejarah singkat umat yahudi
c.
Karakteristik Yahudi dalam AspekAkidah
d.
Karakteristik Yahudi dalam Aspek Sosial Ada satu topik
dalam aspek sosial
C.
Tuhuan penulisan
Tujuan penulis menyusun makalah ini selain untuk mengetahui dan
mempelajari ilmu asbabul wurudz ini juga sebagai salah satu syarat atau tugas
mata kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FIRMAN ALLAH SWT
TENTANG MORAL UMAT NASRANI
1.
QS Al-Maidah [5] : 14
وَمِنَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا
مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَىٰ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ ۚ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللَّهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Dan diantara
orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya kami ini orang-orang
Nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka
(sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan
dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai
hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka
kerjakan.
2.
QS Al-Maryam [19] : 32-33
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي
وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ
وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia
tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka,Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".
B.
Kitab Suci sebagai
sumber Etika.
Kitab Suci (Alkitab)
adalah sumber utama untuk Etika Kristen. Banyak orang menyangkalnya, juga
banyak teolog, atas dasar bahwa waktu dan tempat terlalu berbeda. Tetapi kami
yakin bahwa Roh Kudus yang telah mengilhamkan Kitab Suci untuk menjadi Firman
Tuhan bagi segala zaman, sanggup untuk membuat Alkitab menjadi sumber bagi
setiap orang yang hendak menimba daripadanya.
Dalam Kitab Perjanjian
Baru sering ditemukan orang-orang suci yang mendasarkan
pandangan mereka atas
kitab Perjanjian Lama, mis. Ul 32:35 dalam Roma 12:19. 2 Kor.8:15, 9:9 mengutip
Kel. 16:18 dan Mazm 112:9 tentang hal memberi. 1 Kor. 10 menyebut sejarah
Israel di padang gurun sebagai pengajaran bagi kita. ‘Sebab ada tertulis’
merupakan alasan kuat. Luk. 10:26, Mat. 22:29, Yoh. 10:35.Begitu juga pandangan
dalam sejarah gereja. Augustinus, Tomas dari Aquino, Luter dan Calvin bersumber
pada otoritas Alkitab. Kedudukan Alkitab berubah total ketika para penafsir,
berdasarkan ilmu yang disebut penelitian historis-kritis, tidak menerima lagi
kesatuan Alkitab dan menganggap Alkitab sebagai kesaksian-kesaksian manusiawi
yang bertentangan satu dengan yang lain. Sejak itu selalu diterbitkan buku-buku
tentang mis. etika Yesus yang eskatologis, etika jemaat-jemaat pertama, etika
Paulus yang kristologis dll. Judul-judul seperti itu menurut kami tidak tepat
sebab mengesankan bahwa terdapat bermacam-macam etika dalam Alkitab.
Dalam abad XX, di bawah
pengaruh filsafat eksistensialisme,disangkal bahwa terdapat kebenaran-kebenaran
yang tetap berlaku. Katanya: tidak mungkin untuk menempatkan buku Alkitab dalam
sebuah aku-anda relasi, yaitu relasi Allah dan manusia, atau manusia dengan
manusia. Teologi K. Barth dicoraki oleh filsafat tersebut. Dan menurut filsafat
tersebut, setiap kebenaran, baru terwujud dalam sebuah relasi.
Terdapat teolog-teolog
yang tidak menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan dan sebagai sumber untuk
etika, tetapi menerima saja beberapa model dari Alkitab, yang menurut mereka
memiliki wibawa dari Allah. Pertanyaan kami ialah mengapa beberapa model saja
diterima sebagai berwibawa dan Alkitab sendiri tidak. Dan juga: model-model apa
yang layak diterima dan apa tidak? Contoh: Exodus motif, sebagai dasar untuk
teologi Pembebasan, atau motif Khotbah di bukit. Atau motif kasih.Berbeda
sekali dengan pola tadi adalah ‘biblisisme’, yaitu bahwa nas-nas Alkitab
diterima terlepas daripada konteks. Perbedaan waktu dan tempat tidak
dihiraukan. Mis. kutuk atas Ham (Kej. 9:29) menjadi dasar untuk mempertahankan
perbudakan orang negro, atau Yoh. 9:4a sebagai dasar untuk bekerja seminimal 9
jam sehari, atau enam hari seminggu (Kel. 20:9).
Alkitab adalah Firman
Tuhan yang oleh pekerjaan Roh Kudus merupakan pedang yang bermata dua (Ibr. 4
:12). Tetapi selalu harus kita memeriksa diri apakah kita menggunakan Alkitab
dengan murni dan tidak biblisistis. Mereka yang tidak menerima Alkitab sebagai
Firman Tuhan seringkali mengatakan bahwa orang Kristen yang menerima Alkitab
sebagai sumber Etika adalah orang yang biblisistis. Tuduhan itu tidak tepat
bila pembaca Alkitab yang menerima wibawa Alkitab memperhatikan juga konteks
setiap nas. Menurut Douma dapat dibedakan antara empat penggunaan Alkitab:
1.
Apabila digunakan secara langsung, Alkitab adalah
seperti pemandu. Dalam keadaan konkrit terdapat petunjuk Alkitab yang konkrit.
2.
Alkitab adalah tetap seperti penjaga, yang tidak
menunjuk jalan yang benar tetapi memberikan aba-aba untuk tidak ikut jalan yang
salah. Dalam keadaan konkrit Alkitab memberikan peringatan untuk tidak
melakukan sesuatu yang salah itu.
3.
Alkitab digunakan juga sebagai penunjuk arah,yang
dalam lalu lintas menunjuk tujuan kepada pengemudi-pengemudi. Sebab Alkitab
memberikan faktor-faktor yang tetap, dan yang direktif bagi kita.
4. Di samping itu Alkitab
memberikan banyak contoh, mis. dari Yesus Kristus sendiri: contoh-contoh
seperti itu sering tidak mengajar kelakuan konkrit melainkan etos Kristen
secara umum.Catatan: Menyangkut Alkitab sebagai penjaga dapat ditambahkan
umpamanya bahwa perkembangan-perkembangan historis seperti pembubaran perbudakan,
penghentian poligami, penjajahan, memang tidak langsung diperintah dalam
Alkitab tetapi benar-benar adalah sesuai ajaran Alkitab dan juga sesuai
perkembangan sejarah.Menyangkut Alkitab sebagai penunjuk arah: terdapat
masalah-masalah etis yang jawabannya tidak ada dalam Alkitab, oleh karena pada
waktu itu masalah-masalah tersebut belum bisa ada: mis. bayi tabung,
penyelidikan DNA. Tetapi karena Tuhan menetapkan faktor-faktor
Yang tetap berlaku maka
Alkitab berguna dalam permasalahan itu juga, misalnya melalui unsur-unsur
seperti ‘jangan membunuh’, ‘manusia adalah gambar Allah dll.
www.janboersema.com
C.
Sejarah Singkat Yahudi
Yahudi adalah agama
samawi (yang berdasarkan wahyu dari Allah).Agama ini ada sekitar 2000 tahun
sebelum agama Islam turun.Kitab sucinya adalah at-Taurat yang diturunkan kepada
Nabi Musa.
Ada beberapa pendapat
mengenai asal kata Yahudi, diantaranya yang paling mendekati kebenaran adalah
bahwa kata yahūd diambil dari kata hāda-yahūdu yang berarti raja’a-yarji’u (kembali).3Makna
ini diperkuat oleh QS.al-A‘raf [7]: 156, “Innā hudnā ilak, artinya
sesungguhnya aku (Musa)
telah kembali kepadamu.”Ayat ini menjelaskan bahwa kedatangan Nabi Musa.kepada
kaumnya untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Ada beberapa nama lain untuk
kaum Yahudi, diantaranya, Banī Israīl, al-‘ibriyyūn/al-’ibrāniyyūn, Qaum
Musa(pengikutMusa), dan Ahl al-Kitāb. 4 Nama-nama inilah yang sering dipakai
oleh al-Quran untuk menyebut mereka. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam
QS.al-Baqarah [2]: 43, 67, 83, 120; alMā’idah [5]: 51;Ali-‘Imran [3]: 64;al‘rāf
[7]: 156.Pada awalnya orang-orang Yahudimerupakan pengikut Nabi Musa.Mereka
merupakan pengikut yang baik,karena mengikuti ajaran ajaran yang disampaikan
oleh Nabi Musa. Namun, setelah Nabi Musa wafat mereka banyak melakukan
tahrīf(mengubah isi)Taurat dan banyak melakukan pelanggaran pada ajaran-ajaran
mereka. C.Doktrin Bangsa PilihanSalah satu doktrin yang terdapat dalam
agamaYahudiadalah sebuah keyakinan bahwa mereka merupakan bangsa pilihan (the
chosen people).
Pada mulanya doktrin
ini memberikan pemahaman yang baik. Dengan kata lain, bangsa pilihan itu
menyatakan bahwmereka dipilih Tuhan untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan
di muka bumi. Selain itu, orang-orang Yahudi juga mempunyai tanggung jawab
moral yang teramat besar untukmenyampaikan ajaran-ajaran kebaikan kepada semua
manusia.5Mereka merupakan para pendeta dan para pendidik dari kebenaran agama
universal.6Dalam perjalanannya, secara politis, doktrin itu dipahami secara
keliru sebagai sebuah doktrin yang eksklusif. Kekeliruan tersebut terletak padasebuah
pemahaman bahwa bangsa Yahudi merupakan bangsa yang dipilih Tuhan untuk
memimpin seluruh umat manusia dan menguasai alam semesta. Tentu saja, seiring
dengan perjalanan waktu, doktrin itu berubah menjadi sebuah legitimasi teologis
dalam sikap dan pandangan orang-orang Yahudi terhadap bangsa-bangsa lain. Tahun
1973, Yakov Malik, Utusan Uni Sovyet untuk PBB berkomentar, “The Zionist have
come forward with the theory of the Chosen People, an absurd ideology. That is
religious racism.Para zionis memunculkan teori bangsa pilihan, sebuah teori
yang tidak masuk akal. Rasisme religius.” Selanjutnya Malik menekankan, “In
deed, the most demaging anti-Semitic document in history, the forgery known as
The Protocols of the Elders of Zion, is based on the idea of international
conspiracy to rule the world by “the Chosen People/Dalam sejarah,dokumen
tentang antisemitik yang paling mengerikan adalah sebuah naskah yang dikenal
dengan The Protocols of the Elders of Zion, yang menyatakan bahwa dunia harus
dikendalikan oleh “Bangsa Pilihan (baca: orang-orang Yahudi)”.7Dapat diduga,
melalui legitimasi teologis yang diwariskan dari generasi ke generasi, doktrin
bangsa pilihan itu mereka rasakan sebagai keutamaan dan kelebihan merekaatas
bangsa-bangsa lain. Meskipun secara eksistensial orang-orang Yahudi mengakui
bangsa-bangsa lain, namun pengakuan itu hanya sebatas pada keberadaan mereka,
bukan pada hak-hak dasar yang dimiliki. Dengan
Sikap dan Pandangan
Orang-orang Yahudipemahaman itu, sikap dan pandangan lebih superior dibanding
dengan bangsa-bangsa lain menyebabkan mereka mudah melakukan berbagai tindakan
kejam di luar batas perikemanuasiaan Beberapa Karakteristik Orang-Orang Yahudi Al-Quran
banyak merekam karakteristik orang-orang Yahudi ini. Di antara karakteristik
orang-orang Yahudi yang dijelaskan al-Quran terkait dengan aspek akidah dan
relasi sosial. Namun bukan berarti karakteristik orang-orang Yahudi pada
aspek-aspek lain tidak penting. Hal ini hanya merupakan sebuah prioritas,
mengingat aspek akidah dan
relasi sosial amat penting diperbincangkan.
2.1
Karakteristik Yahudi
dalam Aspek Akidah
Orang-orang Yahudi
banyak menyelewengkan ajaran yang telah mereka dapatkan dari Nabi Musa As.
Dalam al-Quran, QS.at-Taubah [9]: 30, dijelaskan bahwaorang-orang Yahudi
berkata: "’Uzair itu putera Allah"dan orang-orang Nasrani berkata:
"Al-Masih itu putera Allah." Demikianlah, itu ucapan mereka
dengan lisan mereka
sendiri.
Mereka sebenarnya
meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dari ayat ini nampak jelas
bahwa orang-orang Yahudi telah menghina Allah, karena telah menyamakan Allah
dengan makhluk-Nya. Padahal Allah SWT tidak beranak dan juga tidak diperanakkan.
Al-Quran membantah kekeliruan orang-orang Yahudi tersebut. Bantahan Allah ini
ditegaskan dalam QS.al-Ikhlas [112]: 3: “Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan.”Terkait dengan ‘Uzair sebagai putera Allah, dalam
Tafsīral-Marāghīdijelaskan bahwa ia adalah seorang pendeta (kāhin)Yahudi yang hidup
sekitar 457 SM. Menurut kepercayaan orang-orang Yahudi ‘Uzair adalah orang yang
telah mengumpulkan kembali wahyu-wahyu Allah di kitab at Taurat yang sudah
hilang sebelum masa Nabi Sulaiman As. Sehingga segala sumber yang dijadikan
rujukan utama adalah yang berasal dari ‘Uzair.Menurut kaum Yahudi waktu itu
Sikap dan Pandangan Orang-orang Yahudi‘Uzair adalah satu-satunya sosok yang
paling diagungkan, maka sebagian mereka akhirnya menisbatkan ‘Uzair sebagai
anak Allah.
Dari perspektif Islam
penyelewengan dalam masalah akidah merupakan kekeliruan yang amat besar.Sekitar
1/3 dari kandungan al-Quran menjelaskan tentang akidah/kepercayaan atas semua
rukun iman yang harus diyakini oleh setiap manusia.Besarnya persentasi ayat-
ayat keimanan itu
merupakan bukti bahwa aspek keislaman yang satu ini menempati posisi yang amat
signifikan. Dengan demikian amatlah tepat jika al-Quran banyak mengulasnya.
Sementara dalam ayat
lain Allah juga menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi selalu mengungkapkansesuatu
yang bersifat peyoratif tentang Allah. Lihat misalnya padaayat berikut ini,di
dalamnya dijelaskan bahwaorang-orangYahudi berkata: "Tangan Allah
terbelenggu",sebenarnyatangan merekalah yang dibelenggu9dan merekalah yang
dila'nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi
kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan
al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah
kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara merek. Dan Kami telah
timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.Setiap
mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat
kerusakan dimuka bumi dan Allahtidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
Ayat ini dengan jelas
menguraikan penghinaan orang-orang Yahudi terhadap keesaan Allah itu. Mereka
mengatakan bahwa tangan (kekuasaan) Allah telah terbelenggu (dari kebaikan).Mereka
menganggap Allah
bakhil. Padahal tangan mereka yang sebenarnya terbelenggu dari kebaikan dan
mereka lebih menyukai kebakhilan. Mereka tidak bersyukur kepada Allah atas
segala nikmat yang telah diberikan kepada mereka, tetapi justru mereka selalu
kufur nikmat.
2.2
Karakteristik
Yahudi dalam Aspek Sosial Ada satu topik dalam aspek sosial
Sikap dan Pandangan
Orang-orang yang diangkat dalam ayat berikut: “Di antara Ahli kitab ada orang
yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu;
dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang
demikian itu lantaran mereka mengatakan: ‘tidak ada dosa bagi kami terhadap
orang orang ummi12. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka
mengetahui.”13Allah telah menjelaskansikap mereka yang sulit untuk bisa
dipercaya, sebagaimana sifat orang munafik yang suka berbohong, khianat, dan
ingkar janji. Selain itu mereka juga suka meremehkan kaum lain, seperti sikap
Yahudi kepada bangsa Arab, pendapat ini diambil dari penafsiran yang
menjelaskan maksud kata al-ummiyyīn adalah orang-orang arab. Dari Ayat ini kita
bisa mengambil pelajaran yang sangat berarti yaitu untuk lebih berhati-hati
dalam bermuamalah dengan mereka baik yang bersifat politik atau hubungan sosial
lainnya. Tentu saja kehati-hatian itu dimaksudkan agar kita bisa selamat dari
tipu daya mereka. Secara umum manusia memiliki karakteristik untuk berbuat
semena-mena, karena merasa paling hebat dan kuat, serta sombong. Begitu
jugakarakteristik yang dimiliki kaum Yahudi.Mereka suka membuat kerusakan di
muka bumi dengan melakukan perang dan sejenisnya. Jika kita mengaitkan dan
menganalisakembali QS.al-Mā’idah [5]: 64 pada poin 1 (baca:sebagai diskursus
akidah), Allah menjelaskan bahwa orang-
orang Yahudi akan
selalu berbuat kerusakan di muka bumi.Dalam ayat ini digunakan fi’il
muḍari’pada kata yas’auna,dalam ilmu balaghah penggunaan kalimat yang berbentuk
muḍari’
memiliki arti istimrār
(terus-menerus/berkelanjutan). Orang-orang Yahudi termasuk golongan yang suka
membangkang perintah Allah. Apalagi terhadap ajakan kebaikan dari Sikap dan Pandangan
Orang-orang Yahudi sesama manusia, pasti mereka lebih berani untuk menolak.
Sekarang kita bisa melihat dengan mata kepala kita sendiri atas sikap mereka
yang sudah tidak manusiawi. Dengan berdalih membela diri, tanpa merasa berdosa
mereka telah membunuh lebih dari 1300 orang dan telah melukai lebih dari 3000
warga sipil Palestina yang tak berdosa. Resolusi PBB untuk gencatan senjata
telah mereka abaikan, demonstrasi dari jutaan manusia di seluruh penjuru dunia
juga tidak didengarkan. Sungguh hati dan mata serta telinga mereka telah
terkunci oleh kekufuran, sehingga mereka tak pernah menerima kebenaran walau
mereka sebenarnya tahu jika mereka bersalah. Di sini semakin jelas terkuak
salah satu sifat mereka yang ambigu. Mereka kerapkalimelakukan kerusakan dimuka
bumi, tetapi mereka tidak mengakui aktivitas mereka itu dan selalu berdalih
bahwa yang dilakukannya tetap berada pada koridor kebaikan.
portalgaruda.org/article.php?...SIKAP%20DAN%20PANDANGAN%20OR...oleh
S Saidurrahman - 2014 -
Komentar
Posting Komentar