PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan
sosial, setiap orang (individu) dengan orang lain (individu lain) selalu
berinteraksi karena semua orang atau manusia adalah makhluk sosial yaitu
makhluk yang selalu membutuhkan orang lain. Dari mulai bangun tidur sampai
menjelang tidur , setiap orang melakukan interaksi satu sama lain (pada
umumnya). Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok- kelompok manusia, maupun
antara orang-perorangan dalam kelompok manusia. Proses interaksi sosial terjadi
melalui kontak sosial dan komunikasi. Tanpa keduanya,proses interaksi sosial
takkan pernah terjadi karena keduanya merupakan syarat mutlak untuk melakukan
interaksi. Kontak sosial dapat terjadi walaupun tanpa komunikasi.
Dalam pandangan
psikologi, seseorang dalam berkomunikasi juga dipengaruhi oleh factor kejiwaan.
Salah satunya adalah persepsi. Persepsi merupakan proses menginterpretasi atau menafsirkan
suatu informasi yang mana sebelumnya Ia sudah mengumpulkan pengetahuan dan
disimpan di dalam memori apa yang ditangkap oleh indra pesan-pesan atau
informasi terdahulu.Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang lain, terkadang kita menyadari bagaimana diri kita saat ini( actual
self), bagaimana diri yang kita inginkan( ideal self), dan bagaimana diri kita
seharusnya( Ought self). Kita menyadari diri kita, sikap kita, dan
seperti apa diri kita setelah mendapat informasi dari orang lain maupun dari
pembelajaran diri kita.. Dari latar belakang tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Makalah ini mempunyai
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian atraksi
interpersonal ?
2.
Bagaimana akar atraksi
interpersonal ?
3.
Apa pengertian
kecemasan sosial ?
4.
Bagaimana determinan
atraksi interpersonal ?
C.
Tujuan
makalah
Makalah ini mempunyai
tujuan makalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui apa
pengertian atraksi interpersonal
2.
Mengetahui bagaimana akar atraksi interpersonal
3.
Mengetahui mengapa
adanya kecemasan sosial
4.
Mengetahui bagaimana
determinan atraksi interpersonal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Atraksi
Interpersonal
Atraksi
berasal dari bahasa latin “attrahere (att: menuju) dan “trahere”: menarik.
Jadi, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan
daya tarik seseorang. Makin tertarik kita dengan orang lain, maka makin besar
kcenderungan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain. Daya tarik seeorang
sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Jika kita menyukai seseorang,
maka kita cenderung melihat sesuatu dari diri seseorang tersebut secara
positif. sebaliknya, jika kita tidak menyukai seseorang, maka kita cenderung
melihat sesuatu dari diri seseorang tersebut secara negative.
Kita
dapat meramalkan arus komunikasi interpersonal yang akan terjadi. Semakin tertarik
kita kepada seseorang, maka semakin besar kecenderungan kita berkomunikasi
dengan dia. Oleh karena itu, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang
lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Adanya daya tarik ini membentuk
rasa suka. Rasa suka pada seseorang umumnya membuat orang yang kita sukai
menjadi signifikan bagi kita. Reinforcement theory menjelaskan bahwa
seseorang menyukai orang lain adalah sebagai hasil belajar. Equity
theory menyatakan bahwa dalam suatu hubungan, manusia selalu cenderung
menjaga keseimbangan antara harga (cost) yang dikeluarkan dengan ganjaran
(reward) yang diperoleh. Exchange theory menjelaskan bahwa interaksi
sosial diibaratkan sebagai transaksi dagang. Jika orang kenal pada seseorang
yang mendatangkan keuntungan ekonomis dan psikologis, akan lebih disukai Gain-loss
theory menyatakan bahwa orang cenderung lebih menyukai orang-orang yang
menguntungkan daripada orang-orang yang merugikan kita.
B.
Akar Atraksi Interpersonal
Akar
yang mempengaruhi atraksi interpersonal dibagi menjadi dua, yaitu faktor
personal dan faktor situasional. Berikut ini adalah penjelasan dari
faktor-faktor tersebut, yaitu:
Faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi
interpersonal
1. Kesamaan karakteristik personal
Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam
nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, dan ideologis
memiliki kecenderungan saling menyukai. Menurut teori Cognitive
consistencydari Fritz Heider dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), manusia selalu
berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya.
Contoh : Ketika kita sedang naik kendaraan
umum dan berjumpa dengan seorang kenalan baru. Maka percakapan kita berlangsung
dan dimulai dari masalah-masalah demografis (dimana anda tinggal, pekerjaan
anda, dll) sampai masalah-masalah politik dan sebagainya.
2. Tekanan emosional (stress)
Bila seseorang sedang dalam keadaan yang
mencemaskannya atau harus memikul tekanan emosional, maka ia akan menginginkan
kehadiran orang lain. Tekanan emosional ini dibuktikan oleh Stanley Schacter dalam
Jalaluddin Rakhmat (2011) dengan membuat sebuah eksperimen. Ia mengumpulkan dua
kelompok mahasiswi. Kepada kelompok pertama dia menyatakan bahwa mereka akan
menjadi subjek eksperimen yang meneliti efek kejutan listrik yang sangat
menyakitkan. Sedangkan untuk kelompok kedua dia memberitahukan bahwa mereka
hanya mendapat kejutan yang ringan saja. Dari kedua kelompok tersebut Schacter
menemukan bahwa kelompok pertama memiliki kecemasan sebesar 63%, sedangkan
kelompok kedua memiliki tingkat kecemasan 33% . dari data tersebut Schacter
menyimpulkan bahwa situasi yang membuat orang cemas akan meningkatkan kebutuhan
akan kasih sayang.
3. Harga diri yang rendah
Menurut wlster dalam Jalaluddin Rakhmat
(2011), bila harga diri seseorang direndahkan, harsat afiliasi (bergabung
dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima kasih
sayang orang lain. Orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.
4. Isolasi sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia
mungkin tahan dengan hidup terasing untuk beberapa waktu dan bukan untuk waktu
yang lama. Isolasi sosial merupakan pengalaman yang tidak enak. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat berpengaruh
terhadap kesukaan kita pada orang lain.
Faktor-faktor situasional
1. Daya tarik fisik (Physical Attractiveness)
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa daya
tarik fisik sering menjadi penyebab utama atraksi personal. Kita cenderung
senang kepada orang-orang yang berwajah tampan atau cantik. Mereka sangat mudah
memperolah perhatian dari lingkungan sekitarnya. Jadi, tidak salah jika banyak
sekali perusahaan yang menggunakan wanita cantik dan pria tampan untuk
dijadikan pegawai dalam bagian promosi, iklan, dan bahkan Hubungan
Masyarakatnya.
1. Ganjaran (Reward)
Kita akan menyukai orang yang menyukai
kita dan kita akan menyenangi orang yang memuji kita. Menurut teori pertukaran
sosial, interaksi sosial adalah semacam transaksi dagang. Kita akan melanjutkan
transaksi bila kita mendapatkan laba yang banyak. Menurut Thibault dan Kelley
dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), bila pergaulan kita sangat menyenangkan,
sangat menguntungkan dari segi psikologi dan ekonomis, maka kita akan saling
menyenangi.
2. Familiarity
Prinsip
dari familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, “kalau tak
kenal, maka tak sayang”. Ketika kita sering berjumpa dengan seseorang dan
tidak ada hal yang pentik untuk dibicarakan maka kita akan menyukainya. Robert
B. Zajonc dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) memperlihatkan foto-foto wajah dalam
subjek-subjek eksperimennya. Ia menemukan makin seriang subjek melihat wajah
tertentu maka ia akan menyukainnya. Dari penelitian tersebut kemudian
melahirkan sebuah teori“more exposure” (terpaan saja). Hipotesis itu
dipakai sebagai landasan ilmiah akan pentingnya repetisi pesan dalam mempengaruhi
pendapat dan sikap.
3. Kedekatan (Proximity)
Kedekatan ini sangat erat kaitannya
dengan familiarity. Orang
cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Orang yang
tempatnya berdekatan akan cenderung saling menyukai. Hal itu sering dianggap
biasa. Namun, dari segi psikologi itu merupakan hal yang luar biasa karena
tempat yang kelihatannya netral mampu mempengaruhi tatanan psikologis manusia.
Hal itu berarti, mereka dapat memanipulasikan tempat atau desain arsitektural
untuk menciptakan persahabatan dan simpati.
4. Kemampuan (competence)
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang
memiliki kemampuan lebih tinggi daripada kita, atau lebih berhasil dalam
kehidupannya. Aronson dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) menemukan dalam
penelitian yang dilakukannya, bahwa orang yang paling disenangi adalah orang
yang memiliki kemampuan tinggi, tetapi menunjukkan beberapa kelemahan. Aronson
menciptakan empat kondisi eksperimental, yaitu:
a. Orang yang memiliki kemampuan tinggi dan
berbuat salah
b. Berkemampuan tinggi tapi tidak berbuat
salah
c. Orang yang memiliki kemampuan rata-rata
dan berbuat salah
d. Orang yang berkemampuan rata-rata dan
tidak berbuat salah
C.
Kecemasan Sosial
Kecemasan
sosial adalah istilah untuk ketakutan, rasa gugup dan kecemasan yang dirasakan
seseorang saat melakukan interaksi sosial dengan orang lain (Gillian Butler,
2008: 1). Kecemasan sosial “menyerang” saat seseorang berpikir jika remaja
melakukan sesuatu, remaja akan diberi label negatif oleh orang lain atau
berpikir dirinya akan melakukan sesuatu yang memalukan dihadapan orang lain.
Kecemasan
sosial adalah kecemasan yang dihasilkan dari kemungkinan atau adanya evaluasi
interpersonal yang nyata atau membayangkan situasi social (Schancler &
Leary dalam Leary, 1983: 14). Kecemasan sosial akan menjadikan seseorang
berpikir bahwa orang lain sedang melihat dan menilai dirinya dengan hal-hal
yang negatif atau buruk disebabkan sesuatu yang dikatakan atau sesuatu yang
sedang dilakukan. Perasaan takut ketika individu akan melakukan sesuatu yang
akan menjadikan individu terhina atau memalukan tidak dilarang, karena menjadikan
individu waspada: sadar dengan berbagai hal yang akan dilakukan.
Orang
yang mengalami kecemasan sosial cenderung akan berasumsi saat dirinya melakukan
perbincangan dengan orang lain maka lawan bicaranya akan memperhatikan kelemahannya
atau kecanggungannya sehingga remaja akan ditinggalkan, diabaikan, dikritik
atau ditolak karena memiliki perilaku yang tidak dapat diterima.
Kecemasan
sosial adalah ketakutan pada situasi sosial dan pada saat berinteraksi dengan
orang lain yang secara otomatis dapat membawa pada perasaan, penilaian,
evaluasi, dan rendah diri. Dengan kata lain, kecemasan sosial adalah ketakutan
dan kecemasan yang dinilai dan dievaluasi negatif oleh orang lain, yang
menyebabkan perasaan tidak mampu, malu, penghinaan, dan depresi.
American
Psychiatric Association (APA) mengungkapkan bahwa: kecemasan sosial adalah
ketakutan yang menetap terhadap sebuah (atau lebih) situasi sosial yang terkait
dan berhubungan dengan performa, yang membuat individu harus berhadapan dengan
orang-orang yang tidak dikenalnya atau menghadapi kemungkinan diamati oleh
orang lain, takut bahwa dirinya akan dipermalukan atau dihina (LaGreca &
Lopez, 1998, dalam Urani).
Richard
mengemukakan kecemasan sosial adalah ketakutan dan kecemasan dihakimi dan
dievaluasi secara negatif oleh orang lain, mendorong ke arah merasa kekurangan,
kebingungan, penghinaan, dan tekanan. Selain itu Mattick & Clarke (1998)
berpendapat kecemasan sosial adalah suatu keadaan yang tertekan ketika bertemu
dan berbicara dengan orang lain.
Kecemasan
sosial adalah bentuk fobia sosial yang lebih ringan yang merupakan ketakutan
yang terus-menerus dan irasional terhadap kehadiran orang lain. Individu
berusaha menghindari suatu situasi khusus di mana individu mungkin dikritik dan
menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau bertingkah laku dengan cara yang
memalukan. Dengan demikian, orang-orang yang menderita kecemasan sosial
menghindari orang-orang karena takut dikritik, seperti berbicara atau
menampilkan diri di depan umum, makan di depan umum, menggunakan kamar kecil
umum atau melakukan kegiatan-kegiatan lain di depan umum yang dapat menimbulkan
kecemasan yang hebat. Kecemasan ini muncul pada masa remaja ketika kesadaran
sosial dan pergaulan dengan orang lain merupakan hal yang penting dalam
kehidupan seorang remaja (Semiun, 2006).
Orang
dengan kecemasan sosial akan mengalami kesulitan melakukan interaksi sosial
secara alami dan sulit untuk berbicara, mendengarkan atau melakukan hubungan
pertemanan. Kesulitan dalam berinteraksi sosial secara alami akan menjadikan
orang yang mengalami kecemasan sosial terisolasi dan menyendiri.
1. Ciri-ciri Kecemasan Sosial
Kecemasan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Ciri-ciri kognitif
1. Mengkhawatirkan apa yang orang pikirkan.
2. Sulit untuk berkonsentrasi dan selalu
mengingat apa yang orang lain katakan.
3. Fokus terhadap diri sendiri, sangat
berhati-hati dengan apa yang akan dikatakan dan dilakukan.
4. Selalu berpikir tentang kesalahan yang
mungkin akan dilakukan.
5. Selalu berpikir tentang apa kesalahan yang
telah dilakukan.
6. Pikiran menjadi kosong, menjadi bingung
untuk mengatakan sesuatu.
b) Ciri-ciri perilaku
1. Kadang-kadang berbicara dengan cepat atau
lambat, diam, sehingga kata-katanya menjadi tidak jelas.
2. Menghindari kontak mata dengan orang lain.
3. Melakukan sesuatu dengan sangat hati-hati
agar tidak menarik perhatian orang lain.
4. Selalu mencari ‘aman‘ : tempat yang
‘aman‘, berbicara dengan orang yang ‘aman‘ dan membicarakan topik yang ‘aman‘
5. Menghindari kegiatan atau situasi sosial
c) Ciri-ciri respon tubuh
1. Muka merah karena malu, berkeringat atau
menggigil
2. Tegang; merasa sakit dan sulit untuk dapat
tenang
3. Panik; jantung berdetak kencang, nafas
memburu, pusing
d) Ciri-ciri emosi atau perasaan
1. Grogi, cemas, takut, takut terhadap
sesuatu yang belum terjadi
2. Frustrasi, marah terhadap diri sendiri
atau orang lain
3. Menjadi tidak percaya diri
4. Merasa sedih, depresi, tidak memiliki
harapan untuk berubah
2. Aspek-Aspek Kecemasan Sosial
La Greca dan Lopez (Olivarez, 2005:
201) mengemukakan ada tiga aspek kecemasan
sosial yaitu :
a) Ketakutan akan evaluasi negative
b) Penghindaran sosial dan rasa tertekan
dalam situasi yang baru atau berhubungan dengan orang asing atau baru.
c) Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang
dialami secara umum atau dengan orang yang dikenal.
3. Karakteristik Kecemasan Sosial
Gillian Buttler (2008: 11)
mengungkapkan karakteristik-karakteristik yang
menujukkan individu dengan kecemasan sosial yaitu :
a) Menghindari situasi yang menyulitkan/
rumit (Subtle Kinds of Avoidance) Avoidance/ Menghindar adalah tidak melakukan
sesuatu karena takut jika melakukan sesuatu akan membuat diri sendiri cemas.
Beberapa situasi sulit/ rumit yang di hindari:
1. Menunggu orang yang dikenal sampai datang
sebelum masuk ke ruangan yang didalamnya banyak terdapat orang yang tidak
dikenal.
2. Melakukan berbagai hal sendirian saat di
dalam pesta, tujuannya untuk menghindari berbicara atau melakukan pembicaraan
dengan orang lain.
3. Pergi menjauh saat melihat seseorang yang
dapat membuat cemas.
4. Menghindari pembicaraan tentang
permasalahan personal/ pribadi.
5. Tidak makan di tempat umum.
b) Perilaku yang aman (Safety Behaviors)
A
safety behavior/ perilaku yang “aman” adalah melakukan segala sesuatu yang
dapat membuat “aman”. Termasuk dalam perilaku “aman” adalah mencoba untuk tidak
menarik perhatian. Beberapa perilaku ‘aman’ yang biasa dilakukan:
1. Melatih apa yang akan dibicarakan,
mengecek kembali setiap perkataan agar menjadi benar.
2. Berbicara dengan sangat lambat, atau
menjadi pendiam, atau berbicara secara cepat tanpa mengambil nafas.
3. Menyembunyikan tangan atau wajah;
menyimpan tangan di mulut.
4. Memegang celana atau melihat ke lutut
untuk mengatur getaran.
5. Membiarkan rambut menutupi wajah;
menggunakan pakaian yang dapat menutupi sebagian tubuh.
6. Tidak mengganggu lelucon orang lain.
7. Tidak membicarakan tentang diri sendiri
atau tentang perasaan; tidak mengekspresikan opini.
8. Tidak mengatakan sesuatu yang akan menjadi
kontroversi atau selalu setuju dengan pendapat orang lain.
9. Menggunakan pakaian yang tidak mencolok
10. Selalu berdekatan dengan orang yang “aman”
atau berada di tempat yang “aman”.
11. Menghindari kontak mata
c) Menjauhi Masalah (Dwelling on The Problem)
Kecemasan
sosial dapat datang kapan saja, sebagian karena sifat atau perilaku orang lain
tidak dapat diprediksi dan sebagian karena rasa takut itu dapat muncul secara
tiba-tiba. Antisipasi dari orang yang mengalami kecemasan social untuk tidak
terlalu terlibat masalah adalah dengan memikirkan apa yang akan dilakukannya
bila terjadi masalah di masa yang akan datang. Ketakutan dan kecemasan membuat
seseorang menjadi sulit untuk melihat ke masa depan dan untuk mengikuti
berbagai kegiatan serta menikmati setiap kegiatan.
Orang
dengan kecemasan sosial fokus terhadap apa kesalahan yang mungkin akan
dilakukannya dan selalu mengasumsikan apa reaksi orang lain terhadap dirinya.
Dan selalu mengingat-ingat setiap kesalahan yang pernah dilakukannya.
d) Self Esteem, self confidence and feelings
of inferiority
Kecemasan
sosial menjadikan seseorang merasa berbeda dengan orang lain, selalu berpikiran
negatif-merasa lebih buruk dari orang lain, merasa aneh, sehingga itu akan
mempengaruhi self-esteem dan kepercayaan diri. Orang dengan kecemasan sosial
akan merasa minder dan tidak mau bergaul dengan orang lain karena merasa bahwa
orang lain tidak menyukainya dan berpikir bahwa orang lain berpikiran negatif
tentang dirinya.
Orang
yang memiliki kecemasan sosial akan berpikir orang lain akan mengabaikan atau
tidak mempedulikan dirinya, sehingga orang yang memiliki kecemasan sosial
mengartikan setiap pandangan dan perbincangan orang lain terhadap dirinya
adalah tanda bahwa dirinya adalah orang yang buruk. Orang yang memiliki
kecemasan sosial menjadi selalu mengevaluasi diri dengan cara yang negatif dan
selalu melihat kelemahan diri, sehingga orang yang memiliki kecemasan sosial
hidup dalam ketakutan.
e) Demoralization and depression; frustration
and resentment (Hilang semangat dan depresi; frustrasi dan kebencian/rasa
marah)
Merasa
frustrasi terhadap kepribadian diri sendiri, sehingga kecemasan sosial membuat
putus asa. Orang yang memiliki kecemasan sosial juga dapat merasa demoralisasi
atau depresi seperti orang yang marah dan benci saat menemukan orang lain
sangat mudah melakukan sesuatu yang menurut dirinya sangat sulit untuk
dilakukan.
f) Effect on Performance
Kesulitan
terbesar dari orang yang mengalami kecemasan sosial adalah saat kecemasan
sosial mengganggu kehidupan sehari-hari dan kemampuan untuk merencanakan
kegiatan. Remaja menjadi sulit untuk menunjukan kemampuan yang sebenarnya dan
mencegah remaja untuk mencapai kesuksesan yang sebenarnya dapat diraih.
Secara
singkat kecemasan sosial dapat menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang sebenarnya dapat dilakukan dan menghilangkan kemampuan yang dimiliki dan
selanjutnya dapat mempengaruhi karir, hubungan pribadi, pertemanan, kerja dan
kehidupan sehari-hari lainnya.
4. Faktor-faktor yang menyebabkan Kecemasan
Sosial
Menurut Durand (2006:107) ada tiga
faktor yang dapat menyebabkan
kecemasan sosial yaitu :
a) Seorang dapat mewarisi kerentanan biologis
menyeluruh untuk mengembangkan kecemasan atau kecenderungan biologis untuk
menjadi sangat terhambat secara sosial. Eksistensi kerentanan psikologis
menyeluruh seperti tercermin pada perasaan atas berbagai peristiwa, khususnya
peristiwa yang sangat menimbulkan stres, mungkin tidak dapat dikontrol dan
dengan demikian akan mempertinggi kerentanan individu. Dalam kondisi stres, kecemasan
dan perhatian yang difokuskan pada diri sendiri dapat meningkat sampai ke titik
yang mengganggu kinerja, bahkan disertai oleh adanya alarm (serangan panik).
b) Dalam keadaan stres, seseorang mungkin
mengalami serangan panik yang tidak terduga pada sebuah situasi sosial yang
selanjutnya akan dikaitkan (dikondisikan) dengan stimulus-stimulus sosial.
Individu kemudian akan menjadi sangat cemas tentang kemungkinan untuk mengalami
alarm (serangan panik) lain (yang dipelajari) ketika berada dalam
situasi-situasi sosial yang sama atau mirip.
c) Seseorang mungkin mengalami sebuah trauma
sosial riil yang menimbulkan alarm aktual. Kecemasan lalu berkembang
(terkondisi) di dalam situasi-situasi sosial yang sama atau mirip. Pengalaman
sosial yang traumatik mungkin juga meluas kembali ke masa-masa sulit di masa
kanak-kanak. Masa remaja awal biasanya antara umur 12 sampai 15 tahun adalah
masa ketika anak-anak mengalami serangan brutal dari teman-teman sebayanya yang
berusaha menanamkan dominasi mereka. Pengalaman ini dapat menghasilkan kecemasan
dan panik yang direproduksi di dalam situasi-situasi sosial di masa mendatang.
D.
Pengaruh atau Determinan Atraksi Interpersonal pada
Komunikasi Interpersonal
a) Penafsiran pesan dan penilaian
Sudah diketahui bahwa pendapat dan
penilaian kita tentang orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan
rasional. Kita juga makhluk emosional. Oleh karena itu, ketika kita menyenangi
seseorang, kita juga melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara
positif. Sebaliknya, jika kita membencinya, kita cenderung melihat
karakteristik secara negative.
b) Efektivitas komunikasi
Komunikasi interpersonal dinyatakan
efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi
komunikan. Bila kita berkumpul dengan kelompok yang banyak mamiliki kesamaan
dengan kita, maqka kita akan menyenangi mereka. Begitu juga sebaliknya. Menurut
Wolosin dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), komunikasi akan lebih efektif bila
para komunikan saling menyukai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Atraksi Interpersonal adalah kesukaan
pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Atraksi Interpersonal
mempengaruhi dalam hal penafsiran pesan dan efektivitas komunikasi. Semakin
kita menyukai seseorang tersebut, maka penilaian positif kita terhadap dia
semakin meningkat, begitu juga sebaliknya.
B. Saran
Sebaiknya dalam atraksi interpersonal,
dikenalkan pula teori-teori yang dapat menghindari diri kita dan orang lain
yang kita sukai dari hal-hal yang dapat memberikan penilaian negatif terhadap
diri kita dan orang lain apabila suatu saat terdapat konflik atau masalah
antarkeduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Butler, Gillian. 2008. Overcoming
Social Anxiety and Shynes: A self-helf using Cognitive Behavioral Techniques.
New York: Basic Book
Durand, V Mark.
2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Leary, Mark R. 1983.
Understanding Social Anxiety. Sage Library of Social Research, Vol 153
Lopez, & Snyder, C.R. 2003.
Positive Psychological Assessment a Handbook of Models &
measures.Washington. DC : APA
Mattick, R. P.
& Clarke. 1998. Development and Validation of Measures of Social Phobia
Scrutiny Fear and Social Interaction Anxiety. Behavior and Research and
Therapy.
Semiun, Yustinus.
2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Komentar
Posting Komentar